Legenda Bocah Dihukum Mati di Batu Berantai

Legenda Bocah Dihukum Mati di Batu Berantai

Batu Berantai yang berupa karang terletak di antara Pulau Belakang Padang dan Pulau Sambu, namun tak terlihat saat air pasang. (Foto: Ajang Nurdin)

ASAP halus dari gelas-gelas kopi di puluhan meja dalam Kedai Kopi Ameng (Cofe Shop Double Peach), Belakang Padang, Batam, merayap ke berbagai sudut warung menerbangkan aroma sedap kopi pada pagi itu, Rabu (15/2/2017). Diramaikan riuh diskusi penikmat kopi diiringi gemerincing sendok tersenggol piring-piring roti jadilah tempat ini laksana satu orkestra bebas tanpa komposer.

Masing-masing meja membawa cerita sendiri dengan melodi yang hanya mengandalkan improvisasi semata. Selintas terbang cerita-cerita politik dari meja para pria separuh baya yang duduk di bawah dua pohon beringin yang mengapit kedai, sedangkan dari meja para gadis manis di tengah-tengah kedai ngerumpi soal make-up juga pakaian dan pacar.

“Ada sebuah cerita tentang Batu Berantai,” Lurah Sekanak, Belakang Padang, Amir Kasim, memecah keheningan di meja kami. Nah, di sini masuk cerita-cerita legenda yang ada di Belakang Padang ini.

Batu Berantai itu, kata Amir, terletak di perairan dekat pintu masuk Pelabuhan Rakyat Belakang Padang. Diapit antara pulai Belakang Padang dan Pulau Sambu. Batu Berantai ini berupa karang berjejer yang hanya kelihatan saat air surut.

Kemudian, ia menarik mata rantai kisah Batu Berantai itu hingga ke zaman Kerajaan Melayu Temasek pada abad 14 Masehi. Di masa itu Belakang Padang termasuk bagian dari Temasek (sekarang Singapura). Kisah Batu Berantai itu terjadi saat Temasek diserang oleh ikan todak.

Disebutkan Sang Raja memerintahkan rakyatnya untuk berjejer di tepi pantai untuk menjadi perisai hidup. “Maka, ramai penduduk yang tewas tertancap hidung tajam ikan todak,” kata Amir.

Saat itulah, Amir melanjutkan, muncul seorang bocah memberi pendapat. “Ia menyarankan agar memagari pulai dengan pohon-pohon pisang,” katanya. Mendengar saran anak kecil, kata Amir, wajah sang raja memerah. Namun, ia tetap menjalankannya. Maka ikan todak pun tersagkut di pohon pisang, dan serangan terhenti.

Si bocah kecil itu bukannya mendapat apresiasi dari sang raja, kata Amir, malah sang raja mendengar petuah-petuah sesat dari pembisiknya. “Ke telinga raja dibisikkan bahwa bocah itu pintar, namun setelah dewasa nanti ia akan berpotensi untuk menggulingkannya,” katanya.  

Akibat pembisik busuk itu, maka raja pun menghukum si bocah. Dianggap berpotensi mengkudetanya, maka hukumannya adalah mati. “Si bocah dirantai di Batu Berantai sampai tewas,” kata Amir.  “Sejak itu, kawasan Batu Berantai menjadi angker,” katanya.

Amir mengisahkan, banyak perahu maupun kapal yang melintas di kawasan itu saat air laut tenang dan jernih maka di kedalaman laut akan tampak seorang bocah memakai baju kerajaan. “Jangan bicara jorok atau bergunjing di kawasan itu, kapal bisa tenggelam,” katanya.

Cerita Batu Berantai ini dibenarkan RB Painan, 72 tahun, seorang tokoh masyarakat Belakang Padang. “Ketika saya kecil, bersama orang tua saya pernah melintas dengan perahu di kawasan Batu Berantai. Di sana kami berjumpa dengan anak kecil yang sedang mengayuh perahu,” kata Painan.

Painan mengatakan, ia sama sekali tak menegur anak itu. Ia dan ayahnya diam seribu bahasa hingga sampai ke Belakang Padang. “Sesampai di pulau, ayah saya bilang syukurlah kamu tak menegurnya, atau berkata-kata yang tak sopan, jika kamu melanggar pantangan itu maka kita akan tenggelam,” katanya.

Siapa nama bocah itu? Amir bilang masyarakat di sini percaya bahwa itulah Hang Nadim. “Kalau sudah demikian disebut nama anak itu, saya tak berani mengatakan apapun lagi,” kata Painan. Tetapi dalam catatan sejarah Hang Nadim adalah seorang Laksamana di tanah Melayu yang bertempur melawan penjajah Belanda.

Apakah ini dua orang berbeda dengan nama yang sama, atau begitulah kebesaran seorang Hang Nadim tergambarkan. 

Kopi sudah berada di dasar gelas. Cerita bocah yang dirantai di batu berantai pun berakhir menjelang siang. Kami beranjak dari meja, pamit hendak berkeliling Pulau Belakang Padang. ***

  1. Mengarungi Punggung Laut Penawar Rindu
  2. Menyesap Kopi Ameng dan Singapura
  3. Legenda Bocah Dihukum Mati di Batu Berantai
  4. Berkeliling Pulau Penawar Rindu

Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews