Putus Asa di Batam, Ova: Saya Balik Kampung Aja, Cari Kerja di Batam Susah...

Putus Asa di Batam, Ova: Saya Balik Kampung Aja, Cari Kerja di Batam Susah...

Ilustrasi para pemudik menggunakan kapal laut untuk kembali ke kampung halaman (Foto: net)

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - Seorang wanita berambut pirang tampak sibuk. Ia bergegas diantara ribuan orang pemudik yang menunggu kapal Pelni di Pelabuhan Batu Ampar, Batam.

Di kira-kanannya terdapat koper dan kardus berukuran cukup besar. “Saya mau (mudik) ke Flores (NTT),” ujar wanita yang mengenalkan dirniya sebagai Ova itu, Kamis (16/6/2017).

Ova adalah satu diantara para pemudik yang hendak kembali ke kampung halaman. Ova tampak tak mempedulikan bedaknya yang luntur tersapu keringat. 

Jarum jam menunjukkan pukul 10.30 WIB. Matahari bersinar cukup menyengat. Ova berdiri di tangga masuk kapal tujuan Tanjung Priok. Sesekali ia menyibak rambutnya yang pirang. 

Baca juga:

Mitos Merantau ke BATAM, Bila Anda Tiba Anda Menyesal?

Mau Mudik Naik Roro? Ini Rute dan Tarif Kapalnya

 

Sudah empat tahun Ova mengadu nasib di Batam. Hingga pada akhirnya ia pun menyerah. Sistem kontrak dan minimnya lapangan pekerjaan membuat Ova memutuskan pulang kampung dan tak kembali lagi.

Terakhir ia bekerja di Tanjunguncang. Kontraknya habis pada 31 Mei lalu. Ia pun sudah melamar ke sana-sini, tapi tak kunjung mendapat panggilan.

"Kontrak saya sudah habis 31 Mei yang lalu," ujar wanita yang mengunakan celana levis ketat dan baju kemeja kotak-kotak itu.

Ova menyadari perekonomian Batam sedang menurun, sehingga tidak susah untuk mencari pekerjaan yang lain. Dia pun memutuskan untuk tidak kembali ke Batam sebelum perusahaannya memanggil kembali untuk bekerja. 

"Belum tau balik atau nggak, kayaknya tidak, karena sekarang cari kerja di Batam susah," katanya kepada wartawan batamnews.co.id.

Selain itu, ia mengaku terpaksa pulang dengan kapal laut. Harga tiket pesawat sangat mahal. Dengan kapal ia hanya mengeluarkan uang Rp 800 ribu, sedangkan dengan pesawat mencapai Rp3,5 juta.

Arus mudik juga sudah mulai terlihat di Bandara Hang Nadim Batam. Ribuan orang menunggu jadwal penerbangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. 

Senada dengan Ova, Riki salah seorang penumpang yang hendak menuju Palembang sudah pasti mudik kali ini tidak akan kembali lagi ke Kota Batam. Pria yang sudah di Batam lima tahun lalu ini, tidak bisa bertahan di Batam dan lebih memilih untuk bekerja di kampung halaman.

Riki merupakan salah satu karyawan yang berada di kawasan Orchid Batam Center. Prial asal Palembang itu tidak pernah di PHK, namun perusahaannya bisa memberikan gaji dua juta lebih. Padahal upah sebesar itu bisa ia dapatkan di Palembang.

"Kita ke sini kan mau cari uang lebih, kalau sama aja dengan di kampung lebih baik kerja di kampung, ya kan," ujar Riki sambil memantau jadwal check in keberangkatan.

Riki tidak hanya sendiri, dia bersama satu orang teman dan tiga saudaranya. Keadaan untuk tidak kembali ke Batam diambilnya karena ekonomi di Batam yang semakin lama semakin menurun. Sehingga akan berdampak kepada masyarakat. 

"Saya sudah lamar kemana-mana, nggak dapat juga, lebih baik kerja di kampung saja," katanya.

Imbas perekonomian tersebut tidak hanya dirasakan karyawan perusahaan di Kota Batam, namun juga dirasakan salah seorang pemborong proyek galangan kapal di daerah Belakang Padang Kota Batam. 

Pria yang biasa disapa Bambang menjelaskan, setiap tahun ia bisa mendapat tujuh sampai enam proyek pembuatan tongkang di Kota Aceh dan Medan. Sedangkan di Kota Batam sejak tiga bulan lalu tidak ada satupun proyek.

Bambang melanjutkan, satu proyek itu bisa mempekerjakan minimal 45 orang untuk bagian las. Bahkan dulu Bambang sempat kesulitan mencari pekerja, namun sekarang ia diburu para pekerja. 

Bambang sudah berada di Kota Batam tiga bulan yang lalu, sampai saat ini belum ada proyek galangan yang masuk. Ia masih bekerja merawat proyek-proyek lama yang hasilnya tidak seberapa. 

"Biarpun sedikit tapi tetap bersyukur," ujar Bambang yang hendak mudik ke Jambi.

Permasalahan sepi orderan untuk galangan kapal menurut Bambang salah satunya kepastian hukum. Selain itu, sulitnya mengurus izin di Kota Batam sehingga memakan waktu yang begitu lama. "Mengurus dokumen saja butuh waktu lama, itu membuat proyek sulit masuk," ujarnya.

Pria yang lahir di Surabaya ini mengaku belum terpikir untuk kembali ke Batam. Karena menurutnya perekonomian Batam seperti ini bisa sampai dua tahun kedepan.

Pertumbuhan ekonomi Batam saat ini memang tergolong buruk. Bank Indonesia menyebutkan pertumbuhan di triwulan pertama hanya 2,02 persen. Anjlok dari tahun sebelumnya yang mencapai sekitar 4 persen.

Batam pernah mengalami pertumbuhan dua digit di bawah tahun 2000-an. Jumlah pengangguran di Batam pun kini tak tanggung-tanggung. Disnaker Batam dan pengusaha mengklaim mencapai 200 ribu orang.

Perusahaan yang tutup mencapai 23 perusahaan selama tahun 2017. Terakhir Mc Dermott Batu Ampar dan PT Siemens Batu Ampar juga mem-PHK ribuan karyawan. Siemens tutup, sedangkan Mc Dermott mengurangi pekerja dampak dari minimnya proyek. ***

YOGI EKA SAHPUTRA

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews