Ayo Berdaulat, Gunakan Rupiah untuk Transaksi di NKRI

Ayo Berdaulat, Gunakan Rupiah untuk Transaksi di NKRI

Ilustrasi penggunaan dan transaksi uang rupiah. (foto: istimewa)

Batam adalah daerah yang unik. Tak jarang ada yang mengira Batam bukan bagian dari Indonesia. Tapi tentu saja anggapan itu salah. Batam adalah bagian dari Provinsi Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan negara Singapura. Kedekatan letak geografis itulah yang membuat sebagian gaya hidup dan suasana jadi terbawa-bawa negeri jiran itu.

Batam punya situasi yang berbeda jika menyangkut transaksi uang sejak puluhan tahun lalu. Dolar Singapura merupakan mata uang yang biasa dipakai di Kota Batam, hampir sama dengan penggunaan rupiah di pemakaian sehari-hari.

Banyak pebisnis di Pulau Batam menggunakan dolar Singapura dalam setiap transaksi yang dilakukan. Bahkan, untuk pembelian ruko atau mesin industri, mereka cenderung memilih untuk menggunakan dolar Singapura daripada rupiah.

Tapi mereka menggunakan dolar Singapura bukan tanpa alasan. Alasan pertama, dolar Singapura lebih stabil daripada rupiah. Masyarakat dan pelaku usaha di Kota Batam sudah terbiasa melakukan transaksi dengan menggunakan dolar Singapura dan ringgit Malaysia, kerap menyimpannya untuk menangguk untung dari selisih kurs.

Dan alasan kedua karena banyaknya ekspatriat di Batam. Sebagian besar dari ekspatriat tersebut berasal dari Singapura dan mereka akan merasa nyaman apabila bertransaksi menggunakan mata uang mereka sendiri.


Tapi, sebenarnya warga Batam yang yang menggunakan mata uang dolar Singapura bukan tidak mencintai negara Indonesia, tapi hanya untuk kepentingan pragmatisme ekonomi sehari-hari.

Transaksi pembayaran dengan mata uang asing semisal dolar Singapura yang terjadi di Kota Batam diakui Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Provinsi Kepulauan Riau, Syamsul Bahrum, belum lama ini.

Syamsul mengatakan, penggunaan transaksi dalam mata uang asing di Kepulauan Riau khususnya Batam sudah lazim terjadi, lantaran letak Batam berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia.

Ia mengatakan banyak pengusaha Batam yang mempunyai kerjasama erat dengan pengusaha-pengusaha Singapura dan perusahaan-perusahaan asing di Batam banyak yang kantor pusatnya di Singapura.

Ditambah lagi, sekitar 4.500 tenaga kerja asing yang ada di Batam dan 1.600 orang yang keluar masuk Batam-Singapura setiap harinya.

Saking ramainya masyarakat dan pelaku usaha yang menggunakan mata uang asing, pedagang valas menjamur di Kota Batam. Dari 908 pedagang valas di seluruh Indonesia, sekitar 15 persennya ada di Kota Batam.

"Mereka (orang Batam) yang menggunakan mata uang asing/dolar Singapura bukan tidak mencintai negara Indonesia, tapi hanya untuk kepentingan pragmatisme ekonomi sehari-harinya," ujarnya.

Kegiatan transaksi pembayaran dengan menggunakan mata uang asing semisal dolar AS, dolar Singapura dan ringgit Malaysia di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memang merupakan hal yang kerap terjadi terutama di wilayah perbatasan dan kota-kota besar pusat perdagangan dan pariwisata.

Transaksi yang menggunakan mata uang asing ini kelihatannya sudah lazim terjadi dan sepertinya masyarakat dan para pelaku bisnis sudah terbiasa dan tidak sungkan-sungkan lagi menggunakan mata uang asing, meski sebenarnya kita sudah punya peraturan yang melarang penggunaan mata uang asing dalam transaksi di wilayah Negara Kesatuan RI (NKRI).
 
Selain di Kota Batam, penggunaan mata uang asing ringit Malaysia juga kerap terjadi di wilayah Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara yang berbatasan langsung dengan Malaysia.

Sebagian masyarakat Sebatik, Kabupaten Nunukan menggunakan ringgit Malaysia untuk kebutuhan transaksi sehari-harinya.

Kemudian penggunaan dolar AS untuk transaksi terjadi di Atambua, Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste. Selain itu penggunaan mata uang peso yang terjadi di Pulau Mianggas, Sulawesi Utara yang berbatas langsung dengan Philipina.

Namun, masyarakat dan pelaku usaha sebenarnya juga tidak bisa disalahkan sepenuhnya, terutama mereka yang berada di daerah atau dekat dengan perbatasan negara lain. Mengingat kondisi lingkungan dan letak geografisnya yang lebih memungkinkan dan lebih murah menggunakan mata uang asing.  

Bahkan, Kepala Kantor Bank Indonesia Batam tahun 2012, Elang Tri Praptomo mengakui penggunaan rupiah sulit diterapkan di daerah perbatasan seperti Kota Batam dan daerah lain di Provinsi Kepulauan Riau. "Ini karena karakteristik daerah perbatasan," kata Elang.

Namun, sesulit apapun pasti bisa dilakukan jika dengan kemauan bersama.

Karena kondisi tersebut, pemerintah mewajibkan penggunaan rupiah untuk transaksi dalam negeri mulai tanggal 1 Juli 2015, aturan tersebut diatur dalam Surat Edaran BI (SEBI) No.17/11/DKSP tanggal 1 Juni 2015.

Surat Edaran ini mempertegas aturan yang sudah ada yaitu UU No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang mengamanatkan bahwa rupiah wajib dipergunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran dan penyelesaian kewajiban lainnya yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hemowo Koentoadji, Bagian Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI) mengatakan, rupiah bukan hanya sebagai salah satu alat pembayaran, tapi rupiah juga sebagai simbol kedaulatan NKRI. Selain itu, rupiah juga mengandung sejarah panjang bagi tanah air Indonesia.

"Kewajiban penggunaan rupiah bukan sesuatu yang baru, tapi selama ini tidak dilakukan," ujar Hemowo Koentoadji, saat memberikan pemaparan "Pentingnya Penggunaan Rupiah" di Hotel Bintan Lagoon Resort, Selasa (24/11/2015).

Ia menjelaskan, rupiah lahir pertama kali pada tanggal 30 Oktober 1946, pada saat itu namanya Oeang Republik Indonesia (ORI). Wakil Presiden RI pertama, Bung Hatta menyebutnya "Uang mengandung sejarah bagi tanah air kita."

Hemowo mengatakan, Bung Hatta saat berpidato di Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta mengatakan. "Besok tanggal 30 Oktober 1946 adalah sesuatu hari yang mengandung sejarah bagi tanah air kita. Rakyat kita menghadapi penghidupan baru. Besok, mulai beredar Oeang Republik Indonesia sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah. Mulai pukul 12 tengah malam nanti, uang Jepang yang selama ini sebagai uang yang sah, tidak laku lagi. Beserta dengan uang Jepang itu, ikut pula tidak laku, uang Javasche Bank."

Selain mengandung sejarah, Hemowo menjelaskan, mengedarkan uang tidak boleh sembarangan, apalagi uang palsu.

"Jagalah rupiah, jangan disteples apalagi dicoret-coret. Jangan dolar aja disimpan baik-baik," kata dia sembari tersenyum.

Hemowo menambahkan, dalam pidato Presiden RI Joko Widodo beberapa waktu lalu, untuk segala transaksi tunai maupun non tunai ditekankan untuk menggunakan rupiah sebagai alat transaksi.
 
Di Indonesia, sambung Hemowo, sejak tahun 1953 yang diberi wewenang untuk mengedarkan uang adalah Bank Indonesia (BI). Adapun kewenangannya yakni mengatur keseimbangan nilai rupiah, menyelenggarakan pengedaran uang di Indonesia, mengeluarkan uang kertas bank sebagai alat pembayaran yang sah, dan mengeluarkan uang kertas bank dengan nilai lima rupiah ke atas.

Hemowo mengatakan, kewajiban penggunaan rupiah menganut azas teritorial, selama berada di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah, baik transaksi tunai maupun non tunai.

"Aturan tersebut berlaku untuk ekspatriat atau orang asing yang bekerja di Indonesia, gaji mereka wajib dibayarkan menggunakan rupiah," kata dia.

Bagi siapapun yang melakukan pelanggaran dan tidak menggunakan rupiah di wilayah NKRI, dikenakan sanksi 1 tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta.

Hemowo menambahkan, pengecualian penggunaan rupiah terdapat enam poin, yakni transaksi dalam rangka APBN, hibah international, simpanan di bank dalam valuta asing, perdagangan international, pembiayaan international dan transaksi lain yang diperbolehkan menggunakan dalam Undang-Undang.

(iskandar)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews