Bocah Kurdi Menyayat Dunia

Fotografer Meratap Sebelum Memotret Aylan Kurdi, Demir: Saya Gagal Membendung Airmata

Fotografer Meratap Sebelum Memotret Aylan Kurdi, Demir: Saya Gagal Membendung Airmata

Fotografer Nilfer Demir dan jenazah bocah Kurdi yang dipotretnya. (foto: istimewa/inilah/dha)

BATAMNEWS.CO.ID, Istanbul - Fotografer Nilfer Demir telah melihat banyak kejadian mengenaskan sepanjang kariernya bersama Dogan News Agency (DHA), tapi ia nyaris tak bisa menekan tombol kamera untuk mengabadikan tubuh seorang balita terkapar di pantai.

"Saya gagal membendung airmata," ujar Demir kepada wartawan. "Saya menghadapi pilihan sulit, menempatkan emosi atau melaksanakan tugas jurnalistik," kata Demir seperti dilansir inilah.com.

Demir tiba di Pantai Akyarlar Bodrum, di Provinsi Mugla, Turki, 2 September 2015 sekitar pukul 06.00 pagi, setelah mendengar kabar dua perahu karet migran asal Suriah tenggelam.

"Saya memotret sekelompok migran Pakistan berupaya menyeberangi Yunani," cerita Demir.

"Tiba-tiba saya melihat sesosok tubuh mungil tak bernyawa, tanpa pelampung."

Ia diam sejenak. "Seratus meter dari tubuh balita itu, adan jenazah balita lainnya. Ternyata keduanya bersaudara; Aylan dan Galip Kurdi."

Menurut Demir, saat itulah dirinya berada di antara dua pilihan sulit. Mengabadikan realitas mengenaskan itu atau membiarkannya lalu membawa kedua bocah itu secepatnya.

"Saya memilih yang pertama, meski jemari saya bergetar ketika menekan tombol kamera," kenangnya.

"Saya bidik tubuh Aylan yang bercelana pendek biru tua, t-shirt merah, dengan setengah wajah terbenam di pasir."

Demir hanya mengambil dua gambar. Ia tak kuat lagi menahan sedih dan rasa sakit menyaksikan realitas itu. Ia menemukan dirinya seolah bukan fotografer profesional yang 15 tahun mengabadikan penyeberangan imigran ilegal.

"Saat meninggalkan pantai, saya berharap foto saya menyayat jutaan manusia di Eropa dan ratusan juta lainnya di seluruh dunia," ujar Demir.

DHA mempublikasikan foto itu. Ratusan koran di Turki memasangnya di halaman depan. Foto yang sama juga terpampang di ribuan media sekujur Eropa, menjadi virus di media sosial, menimbulkan gelombang simpati publik dan kemarahan terhadap pemerintah Uni Eropa.

Aylan Kurdi berusia tiga tahun. Kakaknya, Galip Kurdi, dua tahun di atasnya. Keduanya meninggal bersama Rehan, sang ibu, dan sepuluh pengungsi lainnya.

Perahu karet yang mereka tumpangi terbalik ketika mencoba mencapai Pulau Kos, Yunani. Keluarga Kurdi berasal dari Kobane, kota etnis Kurdi di Suriah. Mereka melarikan diri ketika terjadi pertempuran hebat antara Milisi Kurdi YPG dengan ISIS.

Jepretan Demir, dengan jenasah Aylan Kurdy sebagai obyek, membawa krisis migran Eropa ke puncak agenda dunia.  

Dua petisi telah diluncurkan, yang menyeru pemerintah Inggris untuk memenuhi kewajiban kemanusiaan internasional dan menerima lebih banyak pengungsi.

Ada pawai solidaritas di London pada 12 September mendatang, dengan 40 ribu orang berjanji akan hadir.

Sebanyak 28 negara Uni Eropa kemarin terlibat ketegangan dalam sebuah diskusi setelah tragedi Aylan Kurdi menjadi pemberitaan media-media dunia.  
 
Dalam pertemuan negara-negara Uni Eropa, Prancis dan Jerman telah sepakat bahwa Uni Eropa sekarang harus memberlakukan kuota mengikat dari negara-negara anggota Uni Eropa yang harus menerima para pengungsi Suriah.

"Kami setuju bahwa kita perlu kuota mengikat di dalam Uni Eropa untuk berbagi beban. Itu adalah prinsip solidaritas," ucap Kanselir Jerman, Angela Merkel, kepada wartawan selama kunjungan di Ibukota Swiss, Zurich.

Presiden Komisi Eropa, Jean-Claude Juncker, seperti dikutip AFP, Jumat (4/9/2015), pada minggu depan akan mengungkap rencana untuk relokasi sekitar 120 ribu lebih pengungsi untuk meringankan beban negara-negara garis Uni Eropa, seperti Yunani, Italia dan Hungaria.

Presiden Uni Eropa, Donald Tusk, juga meminta negara-negara anggota untuk berbagi pemukiman minimal untuk 100 ribu pengungsi. Jumlah kuota ini melebihi perjanjian saat ini, yakni, 32 ribu pengungsi.

Di Turki, Demir masih belum mampu menghapus gambaran mengenaskan di pantai itu. Ia meneguhkan teori bahwa foto adalah sejuta kata yang menyayat.

(ind/inilah/afp)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews