Tudung Manto, Cendramata dari Tanah Melayu yang Bernilai

Tudung Manto, Cendramata dari Tanah Melayu yang Bernilai

Pengrajin Tudung Manto di Lingga (Foto:Ist)

Lingga - Bagi masyarakat Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, nama Tudung Manto sudah tidak asing lagi karena selain sudah dibuat sejak tahun 1755 silam, Tudung Manto juga tetap diproduksi dan dipakai hingga kini.

Bahkan, Tudung Manto menjadi salah satu oleh-oleh atau cenderamata khas dari Kabupaten Lingga untuk kaum ibu-ibu yang berkunjung ke Negeri Bunda Tanah Melayu itu.

Tudung sendiri dalam bahasa Melayu berarti penutup. Tudung Manto berfungsi sebagai penutup kepala bagi kaum wanita yang sudah bersuami.

Cara pemakaiannya sama seperti memakai selendang biasa yang ditutup di kepala. Tudung Manto biasanya dipakai pada acara tertentu, seperti perkawinan, kegiatan adat serta budaya.

Corak dan Ukuran

Corak yang biasa dirancang oleh pengrajin Tudung Manto yakni bermotif awan larat dengan variasi bunga bertabur, tampok manggis, bunga cengkeh dan paruh rebung. Didalam budaya melayu, penggunaan bunga dan kuntum melambangkan kasih sayang, kesucian, ketulusan, persahabatan, dan ketulusan budi pekerti.

Sedangkan untuk panjang ukuran Tudung Manto berkisar 150-200 cm dan lebar sekitar 70-80 cm.

Lama Proses Pembuatan

Pekerjaan tekad Tudung Manto masih bersifat sambilan dan home industri, sehingga waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sehelai Tudung Manto memakan waktu 1 bulan. Namun, bila dikerjakan secara kontinyu dapat diselesaikan sekitar 7 hari.

Bahan

Jenis-jenis bahan yang diperlukan adalah kain sari dan benang emas atau perak. Bila menggunakan benang emas, jarum yang dipakai dibuat dari perak, sedangkan bila menggunakan benang perak, jarum yang digunakan dari bahan tembaga.

Proses Pembuatan

Sebelum pekerjaan dimulai, harus disiapkan seperangkat peralatan pemidang yang dilengkapi benang sebagai peregang. Kain sari sebelum diregang dilengkapi dahulu dengan siba (kain tebal) disekeliling pinggir kain sari yang berfungsi sebagai peregang. Selanjutnya kain sari yang diregangkan tersebut dibuatkan tali air berupa garis lurus yang berguna membentuk motif (corak).

Selanjutnya, barulah pekerjaan tekat mulai dilaksanakan sesuai motif. Setelah penekatan selesai, kain siba dilepaskan dan diganti dengan benang lilit ubi untuk memasang oyah (renda).

Warna

Tudung Manto biasanya dibuat dengan kain sari dengan dasar beberapa warna, seperi kuning, hijau, merah, hitam serta putih. Tidak hanya sekedar warna dasar kain, tapi setiap warna yang dibuat memiliki tingkatan untuk para pemakainya.

Untuk Tudung Manto berwarna kuning biasanya dipakai ibu-ibu yang berketurunan sultan dan raja, warna hijau untuk ibu-ibu bergelar syarifah dan tengku, sedangkan warna hitam dipakai ibu-ibu atau masyarakat awam.

Biaya

Biaya yang dibutuhkan untuk membuat selendang Tudung Manto tidak murah. Salu lembar selendang itu dihargai senilai Rp600.000-Rp1.200.000, namun bila ditambah upah pengrajin sebesar Rp200.000-Rp300.000, maka harga sehelai tudung Manto berkisar Rp800.000-Rp1.500.000. Tapi harga tersebut bisa saja lebih mahal tergantung tingkat kesulitan pembuatan.

Mengingat biaya yang cukup besar, para pemesan biasanya memberikan uang muka (panjar) terlebih dahulu kepada pengrajin. Tapi, meskipun harga yang mahal, akan sebanding dengan apa yang didapat para pembeli.

Tertarik untuk membelinya? Datang saja ke Lingga.

(ruz)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews