Sudahkah Mama Tahu Apa yang Ku Mau?

Sudahkah Mama Tahu Apa yang Ku Mau?

Ilustrasi

“mengapa negeri ini rapuh? Karena banyak pohon beringin ingin jadi pohon jeruk, dan pohon jeruk ingin jadi pohon mangga” Gede Prama

“banyak yang ingin belajar dan berkarya, namun banyak pula hambatannya. Banyak yang sudah terpelajar dan berkarir, namun sedikit yang memaksimalkan potensinya”

Riana Bakkara

Sudahkah mama tahu apa yang ku mau? Apa yang menjadi keinginan terbesar dalam hidupku? Meski mama selalu menemaniku sejak aku kecil dari belum bisa berjalan hingga kini aku besar dan menjadi sosok pribadi yang unik, yang memiliki segala potensi anugerah Tuhan. Tapi bagiku mama belum mengenal aku seutuhnya.

Aku tahu mama selalu berusaha memberi yang terbaik bagiku, apapun itu selalu yang nomer satu untukku. Karena aku tahu mama sayang padaku. Tetapi Ma, ketahuilah bahwa aku juga memiliki keinginan yang patut mama tahu.

Kadang aku sungkan untuk mengungkapkannya karena mama terlalu sibuk mengatur jadwal belajar, kegiatan bermain hingga bimbingan belajar ataupun les ini itu yang cukup membuatku susah untuk mengeksplorasi bakat dan minat ku yang sesungguhnya.

Suatu ketika aku ingin mama tahu bahwa kata Ayah Edy, seorang pakar dan praktisi parenting bahwa anak sudah membawa bibit unggul masing-masing sejak lahir. Masalahnya adalah anak tidak lahir dengan stempel didahinya maka dari itu, orangtua hendaklah mampu membaca petunjuk-petunjuk yang bisa kita baca.

Kadang kala, orangtua luput atau bahkan tidak bisa membaca petunjuk-petunjuk tersebut.  Sehingga anak yang seharusnya menjadi pohon anggur, bertumbuh menjadi pohon jeruk. Anak yang memiliki bakat menari, bermetamorfosis menjadi seorang pembalap.

Maka, biarkanlah aku tumbuh menjadi pohonku sendiri, Ma. Dan aku ingin mama berkata: “ Jadilah, tumbuhlah sebagai pohon mu sendiri, Nak!”

Ada hal lain yang patut pula mama ketahui yaitu MINAT vs BAKAT.  Pernahkah mama tanyakan ini kepadaku?

Passion adalah minat kuat disertai keinginan yang juga kuat. Adapun bakat adalah potensi bawaan lahir.  Minat bisa lahir dari dalam atau dari luar diri seorang anak. Jika minat anak terhadap sesuatu tumbuh dari dalam, biasanya ia sendiri tak bisa menjelaskan mengapa ia suka sesuatu.

“kenapa ya? pokoknya suka aja deh”. Nah, minat alami seperti ini yang hendakny digali oleh kita, para orangtua. Bantu anak untuk lebih mengeksplor minatnya. Arahkan dan dukung anak untuk menyelaraskan kemampuan dan minatnya.

Bakat adalah potensi bawaan lahir. Bakat sudah ada sejak anak lahir bukan merupakan bentukan. Oleh sebab itu, tempahlah, barulah ia bersinar. Jadi, kalau anak kita tidak berbakat menjadi pemain tenis, akan sia-sia memaksanya berlatih terus menerus untuk menjadi pemain tenis yang cemerlang.

Filosofinya adalah bila anak kita ditakdirkan berbibit mangga, jangan biarkan dia tumbuh menjadi pohon jeruk. Namun pada prakteknya masih banyak orangtua yang menginginkan anaknya lebih berbakat dalam bidang Math, Kimia ataupun Fisika, lebih ke bidang ilmu eksakta jika dibandingkan pada bidang lain seperti melukis, musik dan lainnya.

Tak jarang bidang-bidang tersebut dikesampingkan atau hanya dianggap sekedar hobi belaka. Padahal, jika seorang anak berbakat meluki ataupun menari, ya itulah bakat utamanya.

Menurut Ayah Edy, minat dan bakat/potensi biasanya berimpitan. Seorang anak berbakat berbibit penyanyi biasanya bersuara merdu dan cepat menghafal lagu. Suaranya itulah bakatnya. Adapun minatnya adalah keinginannya untuk bernyanyi ataupun menjadi penyanyi. Minat adalah urusan hati.

Disaat anak minat bermain bola, dia merasa senang namun belum berarti dia berbakat untuk menjadi pemain bola. Karena perasaan senang hanya alat ukur minat. Sebaliknya, bakat berhubungan erat dengan hasil. Anak yang berbakat basket, ketika diajari basket maka hasilnya akan signifikan.

Untuk menilai seorang anak berbakat atau tidak dalam suatu bidang, kita perlu penilaian dari seorang ahli dalam bidang itu. Untuk menemukan potensi unggul seorang anak perlu dilakukan pemetaan potensi unggul. Agar orangtua dan anak tidak “tersesat” dalam menentukan apa yang menjadi potensi unggul anak-anaknya. Karena tanpa pemetaan, sekolah adalah expenses (pengeluaran).

Oleh sebab itu, kita cari tahu dulu minat si anak, apa potensi terunggulnya dan cita-cita yang paling spesifik. Barulah bisa ditentukan sekolah atau jurusan apa yang paling tepat sesuai dengan potensi dan cita-citanya.

Intinya, bila seorang anak bersekolah atau mengambil kursus sesuai potensi maka biaya yang dikeluarkan akan menjadi investasi. Tetapi bila tidak akan menjadi expenses. Selain materi, expenses (pengeluaran) juga berarti waktu. Bila ditimbang-timbang kerugian karena hilangnya waktu bertahun-tahun mungkin lebih berat daripada kehilangan uang.

Nah, begitu Ma yang dikatakan oleh Ayah Edy.  Harapanku, kelak mama lebih bisa memahami dan memetakan potensi unggul yang ada padaku. Agar aku bertumbuh sesuai dengan takdir Sang Pencipta.

Baiklah Ma, selanjutnya ada lima langkah pemetaan potensi yang bisa jadi dasar mama untuk memetakan potensiku. Kita ikuti terus ya Ma, kelanjutan dari tulisan ini.

Salam semangat!


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews