Ini yang Terjadi Saat Reog Nampil di Malam 1 Syuro di Tanjungpinang

Ini yang Terjadi Saat Reog Nampil di Malam 1 Syuro di Tanjungpinang

Kesenian Reog Ponorogo saat nampil di malam 1 Syuro di Jl. Haji Unggar, Kota Tanjungpinang. (Foto: Afriadi/Batamnews)

Tanjungpinang - Malam menyambut tahun baru islam 1 Muharram 1440 Hijriah dikenal dalam kebudayaan Jawa sebagai malam 1 syuro (penanggalan jawa). 

Seperti biasa, paguyuban jawa di Tanjungpinang menyambutnya dengan pertunjukan seni reog, Selasa dini hari (11/9/2018).

Penampilan Reog digelar oleh salah satu sanggar seni yang masih aktif menjaga tradisi tahun baru islam yakni, Sanggar Seni Reog Suromenggolo.

"Ini adalah tradisi masyarakat Jawa Timur, Ponorogo, dalam rangka menyambut 1 Muharram, menghibur masyarakat yang ada disini," kata Ketua Sanggar Seni Reog Suromenggolo, Purwadi (56) saat tampil di salah satu rumah penduduk di Jalan Haji Ungar, Tanjungpinang.

Tabuhan gamelan bersuarakan irama alat musik gendang, gong, terompet, kenong, angklung membentuk irama, hingga para pembarong (pemain reog) menari. Tak ayal kesenian ini menjadi tontonan penduduk setempat. 

Purwadi mengungkapkan, kesenian Reog dibawah Sanggar Seni Suromenggolo sudah dimulai sejak 2005, bahkan sanggar tersebut mewakili Tanjungpinang pasa festival di Ponorogo.

"Sebenarnya kesenian ini aktif dari 2005, mewakili Tanjungpinang untuk ikut festival di ponorogo. Sampai di 2015 karena defisit, kini pemerintah daerah tidak memberangkatkan lagi," ungkapnya.

Meski pun keterbatasan biaya dalam pemeliharan warisan kebudayan tersebut, Purwadi bersama para pegiat seni Reog di Sanggar Seni Reog Suromenggolo tetap menggelar malam 1 suro.

Dia mengharapkan kedepan pemerintah daerah dapat membantu pengembangan kesenian tersebut agar tetap hidup.

"Saya mengharapkan dari pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota membantu kami di sisi pemeliharaan,

terutama dinas pariwisata yang ada anggaran pembinaannya," ungkapnya.

Menurutnya, dengan adanya bantuan dari pemerintah setempat, kebudayaan Jawa yang termasuk salah satu kebudayaan yang ada di Kepulauan Riau dapat terus dilestarikan dan tidak menghilang.

"Karena sekali operasional itu, untuk satu bulan memerlukan biaya Rp1 juta, seperti biaya jemur, perawatan bulu Reog asli bulu burung merak, kepala Reog asli harimau yang harus terus dirawat," ungkapnya.

Tampak masyarakat berbondong keluar rumah untuk menonton penampilan Reog.

(adi)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews