5 Fakta Melemahnya Rupiah ke Titik Terendah Baru Rp 14.700 per USD

5 Fakta Melemahnya Rupiah ke Titik Terendah Baru Rp 14.700 per USD

Ilustrasi

Jakarta - Rupiah tengah melemah hingga ke posisi 14.700-an per Dolar Amerika Serikat (USD) minggu ini. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Jumat (31/8), Rupiah berada di posisi 14.711 per USD atau melemah 0,38 persen pada 31 Agustus 2018 dari posisi 30 Agustus 2018 di kisaran 14.655 per USD.

Sementara itu, data Bloomberg, nilai tukar Rupiah dibuka melemah ke posisi 14.710 per USD atau turun 30 poin dari penutupan perdagangan ke posisi 14.680 per USD. Rupiah pada Jumat siang ini bergerak di kisaran 14.710 per USD.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, mengatakan pelemahan nilai tukar ini dipicu oleh krisis Turki dan Argentina. Selain itu, rencana kenaikan suku bunga The Fed juga turut membuat Rupiah terkapar.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan pihaknya akan terus mewaspadai fluktuasi nilai tukar Rupiah yang telah menembus angka Rp 14.700 per USD. Angka ini semakin jauh meninggalkan target yang ditetapkan dalam APBN 2018 sebesar Rp 13.400 per USD.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pelemahan Rupiah hingga Rp 14.700 per USD disebabkan oleh krisis yang terjadi di Argentina. Dia menegaskan, pelemahan ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga beberapa negara lain di Asia Tenggara.

Berikut rangkuman sejumlah fakta menarik di balik pelemahan Rupiah yang menembus level tertinggi barunya.


1. Industri nasional ikut terdampak

Direktur Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki, dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Muhdori mengatakan, melemahnya mata uang Garuda ini tentu saja berdampak pada sektor industri yang menggunakan bahan baku dari impor. Namun, dirinya menilai dampak itu tidak terlalu besar.

"Tentu ada ya bagi industri yang memang dominan menggunakan bahan baku impor itu sedikit terganggu cast flownya," kata Muhdori.

Guna mengantisipasi dampak kenaikan mata uang Paman Sam tersebut, pihaknya mendorong para pelaku usaha agar tidak mengimpor semua bahan baku. Dengan demikian, dirinya memeninta untuk tetap menggunakan bahan baku dalam negeri.


2. Rupiah tak melemah sendiri, BI minta tak perlu khawatir

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara, mengakui bahwa nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan terhadap dolar AS. Namun, tekanan itu tak hanya dialami oleh Rupiah saja.

"Sebenarnya di dunia ini yang melemah bukan cuma Rupiah. Swedish crown juga melemah 10 persen, Dolar Australia juga melemah 6 persen. Jadi di seluruh dunia melemah terhadap dolar AS," jelas dia.

Mirza melanjutkan, seharusnya pelemahan Rupiah ini tidak perlu ditakutkan karena stabilitas ekonomi dan keuangan terjaga dengan baik. "Likuiditas terjaga baik, non performing loan (NPL) di perbankan Indonesia bahkan menurun dibandingkan 2015 dari 3,2 persen menjadi 2,7 persen," kata Mirza.


3. Nilai Rupiah berpotensi samai saat krisis 1998

Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal, memperkirakan depresiasi Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih akan terus berlanjut. Bahkan, menurut dia, Rupiah bisa melemah hingga menyentuh Rp 15.000 per USD.

"Mungkin saja, tetapi belum akan memicu krisis," kata dia saat dihubungi merdeka.com.

Meskipun demikian, pemerintah harus tetap mewaspadai berlanjutnya pelemahan Rupiah. Sebab, jika benar Rupiah keok ke level Rp 15.000 per USD, maka yang paling besar terdampak adalah psikologi pasar dan masyarakat.

Sebab, pasar maupun masyarakat tentu akan membandingkan dengan depresiasi Rupiah di tahun 1998 yang juga mencapai Rp 15.000. Meski keadaan makro ekonomi saat ini amat berbeda, tapi psikologi pasar maupun masyarakat akan tetap tergoncang.

"Kita harus waspada terhadap faktor ekspektasi yang semakin liar ketika itu masuk ke level psikologis 15.000. Iya betul (seperti tahun 1998)," jelasnya.


4. BI janjikan peningkatan intervensi pasar

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menegaskan pihaknya tetap berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah di pasar. "Saya menegaskan komitmen BI sangat kuat jaga stabilitas ekonomi termasuk nilai tukar Rupiah," kata Perry.

Dia mengungkapkan BI telah meningkatkan intensitas intervensinya di pasar. "Khususnya dalam dua hari ini kita meningkatkan volume intervensi valas bahkan sejak kemarin dari pagi sampai sore kita lakukan intervensi di pasar valas," ujarnya.

Selain itu, dia juga mengungkapkan BI telah memborong Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder. "Tadi pagi menjelang jam 11 berapa yang kita beli Rp 3 triliun itu hampir semua yang dijual asing kita beli," ungkapnya.

BI juga akan melakukan lelang swap dengan target cukup besar dalam rangka langkah-langkah stabilisasi Rupiah. "Hari ini kita juga terus secara buka lelang fx swap target 400 juta isnyaalah yang masuk lebih besar dari itu. Setiap hari kita juga buka window mengenai swap hedging dan itu terus kita lakukan."


5. Krisis Argentina tak disangka

Menko Darmin Nasution mengatakan, krisis Argentina cukup membuat pasar terkejut. Sebab, negara tersebut sempat mengajukan pinjaman kepada Dana moneter internasional atau International Monetary Fund (IMF) sebesar USD 50 miliar.

"Dia itu kan sudah dapat bantuan IMF sebetulnya USD 50 miliar. Orang anggap dia mestinya akan survive akan selamat dengan itu tapi ternyata gerakan capital outflow masih sekarat. Makanya dia naikkan tingkat bunga tidak tanggung tanggung sampai 60 persen. Jadi itu sudah tingkat yang luar biasa besar nya sehingga biasanya kalau udah gitu biasanya pasar jitery (gelisah)," jelasnya.

Meski demikian, Menko Darmin mengatakan dampak krisis Argentina masih lebih minim jika dibandingkan dengan efek krisis Turki terhadap Indonesia. Pemerintah sendiri akan terus mengawasi perkembangan krisis Argentina.

"Artinya secara umum itu akan ada dampaknya dulu. Sampai dia kemudian ada jalan keluar nya bisa direm di sana baru kemudian dia tenang secara global. Coba saja negara paling maju pun, lihat Canada, Inggris, semua kena bukan cuma negara berkembang," paparnya.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews