Pengakuan Mahasiswi IPB yang Beasiswanya Dicabut karena Pindah Agama

Pengakuan Mahasiswi IPB yang Beasiswanya Dicabut karena Pindah Agama

Arnita Rodelina Turnip, mahasiswi IPB yang beasiswanya dicabut Pemkab Simalungun (foto : kumparan.com)

Arnita Rodelia Turnip tak pernah menyangka bahwa perkuliahannya di Institut Pertanian Bogor (IPB) kandas lantaran beasiswanya dicabut hanya karena dirinya pindah agama. Pemerintah Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, tiba-tiba mencabut Beasiswa Utusan Daerah (BUD) kepadanya sejak 2016 atau saat dia menginjak di semester dua di kampus tersebut. 

Kepada kumparan, Arnita menuturkan bahwa dirinya begitu yakin bahwa Pemkab Simalungun mencabut beasiswa itu sejak dirinya memutuskan untuk menjadi seorang Muslim. Hal itu disebabkan karena tak ada satu poin pun pelanggaran yang dia lakukan saat menerima beasiswa tersebut. 

"Saya tidak melanggar satu pun dari MoU. Indeks Prestasi (IP) saya di atas 2,5. Saya juga membuat Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ), tapi di semester dua, teman-teman saya dananya cair, saya doang yang tidak. Namun saya tetap kuliah lanjut semester tiga hingga lanjut UTS," kata Arnita saat dihubungi kumparan, Selasa (31/7).  

MoU yang dimaksud Arnita adalah surat pernyataan yang ditanda tangani di atas materai oleh dirinya pada 2015 silam. Dalam surat pernyataan itu, disebutkan bahwa penerima beasiswa akan gugur apabila tidak mendapat IP tak lebih dari 2,5, dikeluarkan dari kampus (drop out), hingga tidak menyelesaikan laporan pertanggung jawaban. 

Menurutnya, semua persyaratan yang dia tanda tangani itu tak pernah dilanggarnya sama sekali. Saat duduk di semester pertama, kata dia, dirinya mendapat IP sebesar 2,62. Sejak saat itu pula dia tak lagi menerima uang saku sebesar Rp 6 juta per semester yang biasa masuk ke rekeningnya. Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang seharusnya otomatis dibayarkan ke IPB pun menjadi tertunggak. 

"Karena tidak ada dana lagi dari BUD, saya bingung terutama uang saku. Jadi saya setelah enggak dapat saya enggak diam saja, saya nanya juga ke kakak tingkat, kami kan BUD ini ada tiga angkatan. Saya tanya ke kakak angkatan. Mereka jawabnya enggak tahu dan enggak tahu," katanya. 

Semua lalu mulai terang saat dia mendapat kabar dari salah seorang kakak tingkat bahwa namanya telah dicoret Pemkab Simalungun dari daftar penerima BUD. Kabar itu kemudian diperkuat oleh surat pemberhentian beasiswa yang dia terima dari Pemkab Simalungun.  

"Jadi kan ada surat pemberhentian. Ada empat yang diberhentikan, ada dua orang di-DO, satu orang diperingatkan, dan satu lagi saya. Tapi (dalam surat pemberhentian) saya itu alasannya tidak ada, dalam artian setrip. Yang lain alasannya ada. Jadi saya diberhentikan begitu saja. Jadi saya bisa klaim ini adalah SARA," tegas Arnita.  

Arnita menjelaskan, dirinya memang memutuskan untuk memeluk agama islam sejak satu pekan berada di IPB. Kala itu dia resmi memeluk Islam di Masjid Al-Hurriyah IPB. Namun, dia tak pernah mengira bahwa keputusan privatnya itu berdampak pada pencabutan beasiswa tersebut. 

Awalnya, kata dia, kedua orang tuanya memang sempat menyalahkan dirinya karena pindah agama yang berujung pada pemutusan beasiswa. Terlebih, orang tuanya hanyalah petani yang sulit untuk membiayai perkuliahan Arnita di IPB. 

Kasus ini pun sempat terkatung-katung pada 2016 dan 2017 karena tak ada dukungan dari keluarga. Baru kemudian kasus ini mencuat kembali pada pekan ini karena ibunda Arnita, Lisnawati, mengadukan persoalan ini ke Ombudsman Sumatera Utara.
 
Arnita mengakui bahwa dirinya memang sempat kabur dan tak menyelesaikan semester tiganya di IPB. Semua bermula saat kedua orang tuanya yang belum tahu duduk permasalahannya sempat membawa dirinya kembali ke Simalungun. Saat di rumah, dia diminta untuk kembali masuk ke agama asalnya. Namun Arnita memberontak dan memilih untuk kabur ke Jakarta. "Waktu itu saya ngambil uang ibu saya. Paginya naik bus langsung ke bandara," jelasnya.

Kendati memilih kabur dari rumah, Arnita rupanya sudah merencanakan semuanya dengan matang. Dia sudah mengontak koleganya yang merupakan orang di Muhammadiyah. Di Jakarta, akhirnya dia dikuliahkan di Fakultas Ekonomi Universitas Prof Dr. Hamka (UHAMKA) Jakarta. 

"Jadi saya diperbolehkan kuliah di UHAMKA dengan tunggakan-tunggakan, dan nantinya boleh dicicil. Makanya sekarang saya ngajar jadi guru privat. Dari pagi sampaai siang saya kuliah, dari sore sampai malam saya ngajar. Saya biaya sendiri di sini," terang Arnita. 

Meski sudah kuliah di UHAMKA, Arnita tetap berharap bahwa kasus ini segera selesai. Dia masih bermimpi untuk tetap bisa kuliah di IPB seperti dahulu "Yang saya perjuangan sekarang itu adalah hak saya di IPB. Bukan karena IPB bagus atau gimana, tapi saya merasa bahwa hak saya ada di IPB," tegas dia. 

Dihubungi terpisah, Kepala Humas IPB Yatri Indah Kusumastuti memastikan pihaknya sedang berupaya agar Arnita dapat berkuliah kembali di IPB. "Yang bersangkutan belum di-DO. Bahkan IPB sedang mencarikan solusi atas beasiswa yang diputus tersebut," kata Yatri

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews