Laporan Sidang Abob Cs dari Pekanbaru

Penjelasan Saksi Ahli Soal Kerugian Negara dalam Kasus Abob

Penjelasan Saksi Ahli Soal Kerugian Negara dalam Kasus Abob

Mantan Kepala PPATK Yunus Husein. (foto: islamtoleran)

BATAMNEWS.CO.ID, Pekanbaru - Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Yunus Husein menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa Achmad Mahbub ( A Bob) Cs, Rabu (22/4/2015) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.

M Yunus Husein hadir sebagai saksi ahli yang didatangkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam penjelasannya M Yunus menjelaskan mengenai TPPU secara umum dan aplikasinya dalam kasus Abob CS.

Yang paling menarik, ia menyindir PT Pertamina selaku BUMN yang dalam kesaksian sejumlah pejabatnya menyebutkan tidak ada kerugian perusahaan tersebut dari tindakan yang dilakukan terdakwa dalam menjual sisa minyak premium dan solar hasil angkut dari Kilang Dumai ke tangki penampungan di Siak.

"Mungkin orang itu (Pertamina) tidak tahu ada kerugian. Kalau secara objektif seharusnya ada (kerugian)," ujarnya kepada Batamnews.co.id usai menyampaikan kesaksian.
 
Pada sidang-sidang sebelumnya terjadi perbedaan fakta yang diungkap oleh saksi. Saksi dari PT Pertamina menyebutkan jika perusahaan plat merah tersebut tidak mengalami kerugian. Minyak hasil cucian yang tinggal di tanki kapal tangker bukan lagi menjadi milik Pertamina. Sementara berdasarkan perhitungan kerugian negara diketahui jika tindakan terdakwa menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 149 miliar.

Dalam kasus ini menurutnya terdakwa wajib membuktikan asal harta yang dikantongi mereka bukan berasal dari tindak pidana. Berdasarkan laporan transaksi dan keuangan terdakwa juga tidak sesuai profil mereka masing-masing. Jumlah harta kekayaannya lebih besar jika dibanding jenis pekerjaannya.

"Untuk uang transaksi terdakwa itu memang menyimpang dari profilnya. Menduga bisa dari sumber lain," jelasnya.

Persoalan TPPU juga dianalisa oleh Yunus. Persoalan apakah TPPU dapat diadili sebelum memastikan asal uang, menurutnya dapat dilakukan jika tindak pidana asalnya sudah ada.
 
"Keberadaan pidana asal harus ada dulu. Eksistensinya ada dulu, bukan berarti harus terbukti," lanjutnya.

Dalam kasus ini, keberadaan pidana asal menjadi tugas penyidik kepolisian, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri untuk menetapkannya saat penyidikan.

Persoalan selanjutnya, ahli harus membuktikan jika pencurian yang menyebabkan kerugian negara betul-betul terjadi dalam kasus ini. Yang menghitung kerugian negara tersebut merupakan ahli yang benar-benar kompeten dan ditunjuk.

"Pencurian kerugian negara, materinya harus dibuktikan. Ahli harus menjelaskan ada tidak yang dicuri, yang menghitung rugi atau tidak itu ahli. Kalau faktanya pidana asal tidak ada, maka tidak ada itu cuci uang," tegasnya.

Sementara itu, saksi dari BPKP Pusat, Imam Suwono menyebutkan jika kerugian negara terindikasi dalam perbuatan terdakwa.

"Berdasarkan UU Keuangan Negara, karena BBM yang dijual itu milik Pertamina, maka ini termasuk kerugian negara," tegasnya dalam kesaksian.

BPKP dalam mengaudit kasus ini menunjuk lima orang petugas. Audit dilakukan dengan mengumpulkan data-data dari Pertamina. Data tersebut termasuk data jumlah BBM yang didistribusikan oleh terdakwa dari Dumai ke Siak.

(Ano)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews