Perusahaan asing kabur dari Batam

Perusahaan Asing Kabur dari Batam, Tanggungjawab Siapa?

Perusahaan Asing Kabur dari Batam, Tanggungjawab Siapa?

Sejumlah karyawan mengangkut aset Hantong yang tersisa ke dalam sebuah lori untuk dijual (Foto: Yogi/Batamnews)

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - Baru-baru ini pemilik perusahaan Singapura, PT Hantong kabur dari Batam. Pemiliknya, Jannet Lim  menguras uang perusahaan senilai Rp 500 miliar dan membawanya  kabur.

Sebanyak 94 karyawannya ditinggalkan tanpa gaji dan THR. Nasib  mereka terkatung-katung.

PT Hantong bukanlah satu-satunya perusahaan asing yang kabur dari  Batam. Sebelumnya, sejumlah perusahaan asing juga melakukan hal  yang sama.

Baca juga: PT Hantong Kabur dari Batam Bawa Rp 500 Miliar, Karyawan Sita Aset Tersisa

Sejumlah perusahaan asing yang kabur dari Batam

Pada tahun 2007, lebih dari 1.300 buruh PT Livatech Elektronik  Indonesia (LEI) di Batam, terlantar. Nasib para buruh tidak jelas  karena pemilik perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) asal  Malaysia itu melarikan diri ke Singapura.

PT LEI adalah perusahaan komponen elektronika audio visual di  Kawasan Industri Kara Batam Center. Perusahaan ini beroperasi di  Batamselama 13 tahun.

Dalam keadaan bangkrut, pemilik perusahaan ini Jackson Go  melarikan diri. Para buruh tetap mendatangi kantor PT LEI untuk  menuntut hak mereka berupa gaji bulan Januari ditambah pesangon.

Tetapi, pihak perusahaan belum sanggup membayar upah pekerja dan  pesangon yang jumlahnya lebih besar daripada nilai aset perusahaan  itu.

Pada tahun 2013, nasib 732 orang pekerja PT Sun Creation Indonesia  di Batam terkatung-katung. Pemilik perusahaan dan  manajemen perusahaan asal Jepang itu menghilang dari Batam dan tidak membayarkan hak-hak  pekerja.

Beberapa waktu kemudian, manajemen PT SCI akhirnya mengirimkan RP 700 juta kepada general managernya di Indonesia. Uang tersebut untuk menbayarkan gaji karyawan, THR senilai setengah gaji, tanpa pesangon.

Pada tahun 2015, manajemen perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) asal Singapura, PT Yee Wo Indonesia yang berlokasi di kawasan Tunas Industri Blok H7 Batam Centre juga kabur. Sebanyak 305 karyawannya ditinggalkan tanpa gaji dan pesangon.


Mengapa mereka kabur?

Pada tahun 2016, Manager of Admin dan General Affair PT  Batamindo Investment Cakrawala, pengelola kawasan industri  Batamindo, Tjaw Hioeng mengatakan bahwa perusahaan yang angkat  kaki dari Batam karena tidak tahan menghadapi demo dan mogok  kerja yang berlarut-larut tidak kunjung selesai.

Mantan Kepala BKPM Franky Sibarani pada tahun 2015  mengatakan, kaburnya investor dari Batam bukan hanya sekedar  persoalan penetapan upah dan jaminan oleh buruh terhadap  perusahaan. Melainkan tarik menarik investor antar negara secara  regional.

 Franky Sibarani mengatakan perusahaan yang hengkang dari Batam  bukan perusahaan kecil tapi perusahaan besar dan berskala  multinasional. Statusnya di Indonesia adalah Penanaman Modal Asing  (PMA). Para perusahaan tersebut tak tahan dengan adanya demo  yang dilakukan serikat pekerja di Batam.

Ia menjelaskan, perebutan investor antar negara adalah bagian dari  kompetisi. Tentu banyak upaya yang dilakukan oleh pihak negara lain  untuk menarik investor.

Tak terkecuali memanfaatkan kekuatan buruh.

Franky yakin investor yang hengkang dari Indonesia tidak akan jauh- jauh mencari lokasi baru. Karena pasar yang dituju tetaplah Asia  Tenggara dan sekitarnya.

Biasanya perusahaan multinasional sebelum berinvestasi telah  melakukan riset kawasan yang prospektif untuk menanamkan  investasi. Jadi bila perusahaan keluar dari satu negara tidak akan jauh  menanamkan investasi dalam satu kawasan yang sama.

 Ketua Apindo Kepulauan Riau Cahya pada tahun 2015 juga pernah  mengatakan perusahaan-perusahaan asing besar seperti Siemens,  Japan Servo, juga Seagate tak lagi sanggup menghadapi demo yang  dilakukan buruh. Bahkan ada yang berdemo hingga dua bulan  lamanya, tak berhenti.

Menurut anggota Komisi I DPRD Kepri, Taba mengatakan, sejumlah  pengusaha asal Singapura yang mengalihkan investasi keluar Batam  karena berbagai permasalahan pemerintahan di kota industri tak  mendukung iklim investasi.

Taba mengemukakan, sejumlah perusahaan di Batam, tutup, karena  permasalahan pembagian kewenangan antara Pemkot Batam dengan  Badan Pengusahaan Batam belum tuntas.

Menurut dia, permasalahan "dua matahari" di Batam menyebabkan  pengusaha tak nyaman.

Bangkrut dan tutup juga dijadikan alasan pengusaha asing di Batam  untuk kabur. Seperti yang dikatakan Bos PT Livatech Elektronik  Indonesia, Jackson Goh menyatakan perusahaan bangkrut dan  ditutup.

Ia memilih kabur dan menerlantarkan nasib 1300 an karyawannya.

Nasib karyawan yang ditinggalkan tanggungjawab siapa?

Pada tahun 2013, anggota DPRD Batam dan ratusan pekerja PT Sun  Creation Indonesia (SCI) mendatangi Kantor Badan Pengusahaan  Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam serta  Pemkot Batam, dan berunjuk rasa menuntut pertanggungjawaban  badan itu atas kaburnya pemilik PT SCI.

Pemerintah perlu mempersiapkan kebijakan bagaimana melindungi  buruh jika pengusaha kabur. Pada tahun 2016, Advokat publik LBH  Jakarta, Oky Wiratama Siagian mengatakan, seharusnya Pemerintah  bisa mencegah masalah itu agar tidak terjadi.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebagai lembaga yang  mengurusi investasi diminta memperketat syarat-syarat yang harus  dipenuhi investor asing. Setidaknya, ada syarat menjamin nasib buruh  jika sewaktu-waktu perusahaan pailit atau kolaps.
 
Oky berharap buruh tidak dijadikan korban ketika perusahaan pailit  atau mengalami masalah keuangan. “Sampai saat ini tidak ada syarat  mengenai tanggung jawab investor terhadap buruhnya,” kata Oky

J. Erikson P Sinambela, SH.,MH , Ketua Tim yang melakukan  pemeriksaan dari Kementerian Ketenagakerjaan RI, pada tahun 2016  mengatakan BKPM jangan hanya menerima investasi yang masuk  saja. Tetapi juga diteliti apakah modal yang dibawa besar atau kecil.

Peneliti Akatiga, Indrasari Chandraningsih, berpendapat bahwa untuk  mengatasi masalah pengusaha kabur, pemerintah sebaiknya membuat  kebijakan agar investor membayar uang deposit. Uang itu nantinya  bisa digunakan diantaranya memenuhi hak-hak buruh yang diabaikan  pengusaha.

Senada dengan pendapat di atas, pada tahun 2016, anggota Komisi IV  DPRD Kota Batam, Fauzan mengatakan, seharusnya BPM PTSP  yang mengajak Investror asing masuk yang bertanggung jawab atas kaburnya mereka.

(deb)

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews