Seksi Mana, FTZ atau KEK?

Seksi Mana, FTZ atau KEK?

Kawasan pelabuhan Batu Ampar. (Foto: Johannes Saragih/Batamnews)

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - Rencana perubahan status Batam dari Free Trade Zone menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) terus menuai polemik. Sejumlah pengusaha keberatan. Free Trade Zone dianggap lebih pas untuk saat ini.

Pengusaha juga menilai, penerapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Batam, ternyata pernah gagal pada tahun 2003.

Sehingga pada saat itu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono mengubah Batam menjadi Free Trade Zone (FTZ).

“KEK sudah pernah di Batam, tepatnya tahun 2003, namun KEK Batam gagal,” ujar Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Kota Batam, Jadi Rajagukguk dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di gedung DPRD Kota Batam, Selasa (22/5/2018).

Alasan itu juga membuat pengusaha menolak status Batam yang dirubah menjadi KEK. Jadi menilai bahwa jika KEK kembali diterapkan maka Batam mengalami kemunduran.

“Kami tidak tiba-tiba menolak, tapi itu sudah jelas, untuk apa diterapkan lagi sekarang ini,” katanya.

Selain itu, pada pengertiannya KEK itu diperuntukan bagi pengusaha yang mempunyai perusahaan di dalam kawasan. Sama sekali tidak berpengaruh bagi masyarakat.

“Masyarakat dapat apa? tidak ada karena jika jadi KEK, fasilitas FTZ otomatis dihapuskan,” kata Jadi.

Beberapa waktu lalu, kalangan pengusaha sepakat membentuk tim FTZ Plus-plus. Jadi Rajagukguk yang juga sebagai Wakil Sekretaris Tim FTZ Plus Plus mengatakan, tim sedang melakukan berbagai kajian.

“Tim kami sudah bekerja, menyiapkan kajian-kajian, baik itu ekonomi maupun hukum,” katanya.

Sementara itu, polemik transformasi status Batam dari Free Trade Zone (FTZ) ke KEK juga menjadi sorotan utama di DPRD Batam

Jangan Jadi Percobaan

Ketua DPRD Kota Batam, Nuryanto Alif mengatakan, bahwa dirinya sudah menyampaikan keraguan itu saat sosialisasi KEK pada Maret 2016.

“Pak Darmin (Menko Perekonomian) menawarkan FTZ menjadi KEK, waktu itu memang kami sampaikan, kaji ulang dan hati-hati jangan jadikan percobaan,” ujar Nuryanto di gedung DPRD Kota Batam, Selasa (22/5/2018).

Nuryanto menyadari manfaat dari KEK, bahwa fasilitas di FTZ akan ditambahkan pada KEK. Namun ia masih ragu, dan sempat mempertanyakan kepada Presiden, apa manfaat dari KEK ini.

“Tapi Presiden hanya menjawab, masyarakat sudah siap untuk KEK atau belum?” katanya.

Pihaknya hanya sebatas menjembatani. Dari hasil Rapat Dengar Pendapat yang dilakukan bersama Pemko Batam, BP Batam serta kalangan pengusaha akan disampaikan kepada Presiden RI.

“Kami memang fungsinya hanya menjembatani antara masyarakat dengan pemerintah, hasil RDP ini nanti akan kami sampaikan kepada Pemerintah Kota, Provinsi sampai kepada Presiden RI, karena saya pikir ini ranahnya pemerintah pusat,” jelasnya.

Ia meminta kepada Pemerintah kota agar mau menginfromasikan kemajuan dari pembahasan KEK. Karena pihaknya tidak termasuk anggota Dewan Kawasan (DK). "Masyarakat berhak tahu, tapi kami juga tidak diberitahu,” katanya.

Selain itu mengenai transformasi FTZ ke KEK, ia menilai keputusan itu tidak konsisten. UU FTZ mengatur 70 tahun, namun belum genap 12 tahun, Batam akan diubah menjadi KEK. 

“Ini ada kekhawatiran dari pengusaha, kesannya tidak ada konsisten. Mereka tidak sepakat batam berubah menjadi KEK,” katanya.

Amsakar: Kok Baru Sekarang?

Wakil Wali Kota Batam Amsakar Achmad mengaku bingung karena setelah dua tahun Batam ditetapkan menjadi KEK, mengapa pengusaha baru menolak saat ini.

“Sebenarnya kalau mau diprotes, kenapa dari awal-awal tidak diprotes, saya menduga di sini sudah kebanyakan keinginan politik,” ujar Amsakar saat RDP di kantor DPRD Kota Batam, Selasa (22/5/2018).

Padahal kajian dan sosialisasi KEK di Batam sudah dilakukan dalam dua tahun belakangan ini. Sejak diputuskan oleh Presiden RI 19 Januari 2018, sudah banyak pembahasan.

“Saya sudah 18 kali ikut rapat, namun tidak ada progres, kita patut berduka sudah selama ini, tapi isu ini dihangatkan lagi, saya pikir isu ini memang seksi,” katanya.

Bagi Pemko Batam, status Free Trade Zone (FTZ) tetap dipertahankan atau berubah menjadi KEK, Amsakar menyampaikan bahwa pihaknya akan menerima. “Kami semuanya oke, mau itu FTZ, ataupun KEK,” kata Dia.

Akan tetapi dengan pertimbangan saat ini FTZ dinilai tidak memberikan dampak signifikan, justru dengan fasilitas yang ada di FTZ membuat ekonomi Batam menjadi turun drastis.

“Kaji ulang FTZ ini, ekonomi tahun 2014: 7,3 persen, tahun 2016: 4,16 persen, tahun 2017: 2,02 persen. Ranah ekonomi menukik,” bebernya.

Di samping itu juga, fasilitas FTZ juga tidak dapat mengontrol harga kebutuhan pokok. Padahal ada fasilitas bebas PPN, PPH dan PPnBM.

“Bandara kita rugi, pelabuhan untung dikit, dari jual tanah UWTO juga sama, bahkan IPH dan BPHTB juga tidak menampakkan hasil yang maksimal,” ucapnya.

Beda dengan KEK, yang menurut Amsakar akan memberikan dampak fiskal dan non fiskal. Terutama dari sisi kewenangan, pembagian tugas dan tanggung jawab antara Pemko dan BP Batam menjadi jelas.

“Yang jelas, perseteruan, overlaping, irisan kewenang itu selesai, itu kepentingan Pemko,” ucapnya.

Wali Kota Batam HM Rudi enggan menanggapi panjang lebar mengenai polemik tersebut. Ia menyerahkan urusan FTZ dan KEK itu kepada Presiden Joko Widodo.

Apindo: KEK untuk Pengusaha atau Penguasa?

Apindo Kepulauan Riau menilai penerapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Batam berbau politik kekuasaan bukan berlatar belakang kepentingan ekonomi.

"Kita sudah bandingkan satu persatu, ternyata FTZ jauh lebih unggul dari KEK," ujar Ketua Apindo Kepri Ir Cahya kepada batamnews.co.id di Batam, Minggu (20/5/2018).

Seperti diketahui, saat ini polemik rencana pergantian status Batam dari Free Trade Zone ke KEK di Batam terus mencuat dan menuai polemik di berbagai kalangan.

Menurut Cahya, apabila KEK Batam sudah ditetapkan, daerah di luar KEK secara Undang-Undang harus dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPNBM).

Dampak yang akan dirasakan langsung oleh masyarakat adalah sejumlah barang-barang kebutuhan serta lainnya akan ikut naik.
"Yang kena tentu adalah pengusaha dan masyarakat. Itu adalah fakta," cetus Cahya. 

Selain itu, pemberlakuan PPN dan PPNBM, akan membuat keistimewaan Batam hilang dengan sendirinya. 

"Dulu kami perjuangankan habis-habisan demi penghapusan PPN dan PPNBM di Batam, sekarang keistimewaan itu akan dicabut lagi, tentu kami kecewa," ucap Ketua Apindo Ir Cahya. 

Ia menambahkan, sedangkan keunggulan KEK hanya pada fasilitas amortisasi dipercepat, keringanan pajak deviden, tax holiday dan tax allowence. 

"Itupun hanya untuk perusahaan yang baru masuk dan nilai investasinya harus di atas Rp 500 miliar. Lalu, kapan kami pengusaha lokal dan masyarakat menikmati itu?" ujar Cahya.

Cahya mengatakan, justru yang diperoleh nantinya adalah beban diberlakukannya PPN dan PPNBM.  

"Artinya semua barang akan naik, harga rumah akan naik, harga kendaraan akan naik," ujar Cahya.

Menurut Cahya, jika KEK diberlakukan, yang siapa yang akan menikmati? Apakah investor yang di atas modal Rp 500 miliar. 

"Sedangkan kami nanti yang menanggung PPN dan PPNBM sebagai akibatnya. Kami tidak bodoh," ucap Cahya. 

Oleh karena itu, kata Cahya, Apindo meminta agar status FTZ Batam tidak dicabut atau ditransformasi menjadi KEK. 

"Jika pemerintah ingin memberikan bonus atau insentif untuk para investor, maka bisa ditambahkan menjadi FTZ plus plus. Itu yang kami maksud," ucapnya.

Batam akan menjadi mati suri jika Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Batam jadi diterapkan. Secara perlahan industri akan mulai redup dan terjadi kenaikan harga pokok. 

Abidin: Batam terpuruk

Presiden Direktur Satnusa Persada Abidin Hasibuan, meyakini Batam akan jatuh terpuruk. Padahal saat ini, perekonomian Batam sudah mulai membaik dengan Free Trade Zone. 

"Kondisi sekarang mulai membaik, apalagi setelah Presiden RI sudah mempercepat semua perizinan, jadi untuk apa diganti menjadi KEK, kenapa mesti diubah?" ujar Abidin saat konferensi pers penolakan KEK Batam bersama Asosiasi pengusaha di Aston Hotel, Selasa (15/5/2018). 

Ia menjelaskan jika KEK diterapkan yang akan mengalami dampak itu ke semua kalangan. Industri galangan kapal akan menjadi korban karena tidak dapat bersaing.

"Industri yang ada di Batam itu 70 persen berada diluar kawasan industri, yang paling banyak mendapat dampak itu industri kapal, mereka tidak berada di kawasan industri, karena jika KEK diterapkan maka otomatis FTZ itu dihapuskan, jadi mau bagaimana mereka dapat bersaing," jelasnya.

Fasilitas FTZ yang akan dihapuskan yaitu penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menurut Abidin hal ini akan sangat berdampak bagi masyarakat, kebutuhan pokok akan menjadi mahal.

"Kalau begitu, nanti para buruh minta kenaikan gaji, jika sudah begini, terus-terus minta naik gaji, perusahaan mana yang akan bertahan, ini awal Batam akan menjadi hancur," katanya. 

Sementara itu Pakar hukum Kamar Dagang Industri (Kadin) Kota Batam Ampuan Situmeang mengatakan tidak ada ruang bagi KEK di Batam. Karena dalam UU nomor 30 tahun 2000 tentang FTZ disebutkan kawasan FTZ diterapkan selama 70 tahun. 

"Sebenarnya sudah jelas bahwa tidak ada ruang bagi KEK di Batam," ujar Ampuan. 

Secara yuridis, Ampuan menyebutkan pembentukan KEK belum ada aturan hukum. Jika nanti hanya dikeluarkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) maka kedudukan UU FTZ lebih kuat. 

Selain itu, Ia juga menegaskan jika KEK diterapkan di Batam maka tidak ada lagi FTZ. Kemudian setelah itu lalu lintas barang juga dapat dipertanyakan. 

"Nanti barang yang masuk ke KEK bisa disebut impor, lalu yang keluar disebut ekspor, diluar KEK bagaimana karena FTZ sudah tidak ada lagi," jelasnya.

(ret/snw)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews