Polemik Patung Jenderal China Tertinggi di Asia Tenggara

Polemik Patung Jenderal China Tertinggi di Asia Tenggara

Patung panglima perang China Kong Co Kwan Sing Tee Koen di Tuban. (foto: ist/okezone)

BATAMNEWS.CO.ID, Tuban - Patung raksasa di Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban, Jawa Timur, heboh di medsos dengan berbagai komentar dan reaksi. Ternyata masalahnya pembangunan patung itu belum ada izin dari pemda setempat.

Meski belum berizin, patung dewa Kong Co Kwan Sing Tee Koen telah berdiri di sebelah selatan lokasi area parkir komplek kelenteng. Patung yang menghabiskan dana Rp 2,5 miliar ini berdiri menjulang ke langit setinggi hampir 30 meter.

Patung terlihat menggambarkan sosok Kong Co Kwan Sing Tee Koen dengan memegang pedang.

Patung ini pun diresmikan oleh Ketua MPR Zulkifli Hasan pada 17 Juli 2017, bertepatan dengan ulang tahun kelenteng.  

"Ini bukan patung untuk sembahyang umat. Ini hanya monumen saja. Kalau umat sembahyang tetap di dalam kelenteng," kata Gunawan Putra Wirawan, Ketua Umum Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban, dilansir detikcom, Selasa (1/8/2017) siang.

Menanggapi belum adanya IMB dan surat lain, pihak Kelenteng Kwan Sing Bio mengatakan sudah mengajukan berkas izin kepada Pemkab Tuban, dilampiri dokumen persetujuan warga sekitar, pada Maret 2016. Hingga saat ini, izin tersebut belum jadi.

"Kita sudah mengajukan izin sejak Maret 2016, bahkan lampiran persetujuan oleh warga sekitar juga ada. Hingga saat ini belum ada jawaban dari pihak pemda. Secara teknik, pembangunan monumen patung ini juga sudah kita lampirkan pula. Sehingga kalau saya kira ini nggak ada masalah," katanya.

Patung itu didaulat sebagai patung terbesar se-Asia Tenggara. Pembangunan patung Dewa Perang Kwan Sing Tee Koen berasal dari ide Ketua Penilik Klenteng, Alim Sugiantoro.

"Biayanya dari donatur yang merupakan jemaat kelenteng di sini. Donatur itu asal Surabaya dan sudah menjadi jemaat sini sejak tahun 1970," tutur pria yang juga menjadi Ketua koordinator acara HUT Klenteng Kwan Sing Bio.

Menurut Alim, Kwan Sing Tee Koen dikenal di negeri China sebagai panglima perang yang memiliki kejujuran dan setia.  

"Pembangunan monumen patung ini sekaligus Hari Ulang Tahun Yang Mulia Kongco Kwan Sing Tee Koen Ke-1857," ujar Alim.

Lebih lanjut Alim mengatakan, patung yang berada di kelenteng ini bisa menjadi daya tarik wisatawan untuk menggenjot pendapatan daerah. 

"Di China patung Kwan Sing Tee Koen tingginya 80 meter, Nah di di Asia Tenggara Patung ini menjadi tertinggi adanya di Tuban. Patung ini bisa menarik wisatawan dan meningkatkan PAD Tuban," terang Alim.

Dia menambahkan, dibangunnya patung salah satu panglima perang yang hidup pada zaman San Guo (221-269 Masehi), ini hanya untuk menampilkan figur dan tidak ada ritual pemujaan. 

"Ini hanya sebagai lambang tauladan ksatria sejati yang selalu menempati janji setiap sumpahnya," jelasnya.

Rencananya, di area lahan satu hektar itu juga kembali dibangun patung Dewi Kwan Im dengan besar dan tinggi yang sama. 

Polemik di masyarakat

Anggota Komisi IV DPD RI, Abdul Azis Khafia, menjelaskan, terlepas dari belumnya surat izin mendirikan patung itu, pemerintah harus mendukung kemauan masyarakat setempat. "Yang jelas, ada izin atau tidak, perlu diingat bahwa pemerintah harus lebih mendekati kemauan rakyat daripada kemauan segelintir orang," ujar dia.

"Secara pribadi, saya menyayangkan hal tersebut. Di tengah krisis kebangsaan dan upaya pemerintah kembali menggencarkan semangat kebangsaan, salah satunya dengan membentuk komite kerja Pancasila (Yudi Latif CS), semestinya potensi tokoh pahlawan nasional lebih dikedepankan," papar Abdul Aziz, Kamis (3/8/2017) dikutip republika.

Berdirinya Patung Dewa Perang China ini menui protes dari berbagai pihak termasuk warganet atau netizen.

Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo) Bastian mengecam didirikannya patung itu. Menurut dia, pendirian patung tersebut lebih besar muatan politisnya daripada nilai-nilai keagamaannya.
 
“Bangsa Indonesia tidak mengenal panglima perang yang bernama Sing Tee Koen, panglima perang bangsa Indonesia adalah Panglima Besar Jenderal Sudirman,” tandas Bastian.

Pendirian patung itu Tuban itu dianggap suatu pelecehan kepada masyarakat Tuban yang mayoritas beragama Islam dan dikenal sebagai "Bumi Wali". Dikhawatirkan Tuban yang dikenal dengan Sunan Bonang akan terlupakan. 

Guru besar ilmu politik Universitas Indonesia (UI) Nazaruddin Sjamsudin juga mengingatkan kemungkinan adanya skenario “lanjutan” setelah pembangunan patung Dewa Perang China itu.

Beberapa warganet bertanya apa jasa yang telah diberikan oleh dewa perang China itu untuk kemerdekaan bangsa Indonesia.

(ind)

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews