Pemenang Police Movie Festival IV 2017, Mengapa Dinilai Sudutkan Islam?

Pemenang Police Movie Festival IV 2017, Mengapa Dinilai Sudutkan Islam?

Cuplikan film Kau adalah Aku yang Lain. (Facebook via suara.com)

BATAMNEWS.CO.ID – Sebuah film pendek yang menjuarai kategori film pendek dalam Police Movie Festival IV 2017, sebuah kompetisi yang diselenggarakan Polri bagi para pelaku kreatif perfilman, mengundang kontroversi di media sosial.

Film pendek berjudul “Kau Adalah Aku yang Lain” itu dinilai menyudutkan umat Islam.

Police Movie Festival kali ini mengusung tema “Unity in Diversity”, sebuah tema yang erat kaitannya dengan persatuan dalam perbedaan (Bhinneka Tunggal Ika). “Kau Adalah Aku yang Lain”, film karya sutradara asal Semarang, Anto Galon, juga memiliki ‘nafas’ yang sejalan dengan tema tersebut.

Film ini diunggah oleh akun Facebook Divisi Humas Polri pada hari Kamis, 23 Juni 2017 lalu. Hingga kini, sudah disaksikan 239.850 kali dan dibagikan 3.694 kali.

Film ini menggambarkan soal toleransi beragama di Indonesia. Film berdurasi 6 menit 50 detik itu diawali dengan adegan sebuah ambulans yang membawa pasien beragama non-Muslim ke rumah sakit.

Namun, sebuah jembatan yang hendak dilalui rusak, sehingga ambulans harus mencari jalan lain.

Ketika jalan alternatif sudah ditemukan, ternyata jalan tersebut ditutup karena sedang digunakan untuk sebuah acara pengajian.

Seorang jemaah berusia lanjut menghadang ambulans dan melarangnya lewat karena khawatir bakal mengganggu pengajian yang sedang berlangsung.

Seorang polisi yang bertugas jaga di acara tersebut kemudian membujuk sang jemaah yang disapa “Mbah” itu untuk membiarkan ambulans lewat.

Namun si “Mbah” ngotot dengan pendiriannya. “Seharusnya polisi menjaga warga yang sedang beribadah. Jangan malah mengganggu. Dosa kamu,” kata si “Mbah”.

Sang polisi bersabar dan berusaha memberikan pengertian kepada jemaah tersebut. “Pak, saya lebih baik berdosa membantah omongan Bapak daripada saya berdosa membiarkan orang mati di sini,” ujar sang polisi.

Seorang jemaah lain kemudian membantu sang polisi untuk membujuk si “Mbah”. Ia mengingatkan si “Mbah” pada ceramah Kiai pengajian yang menekankan umat untuk menyayangi seluruh umat manusia tanpa membeda-bedakan.

“Sampean itu berarti tidak mendengarkan ceramah pak Kiai tadi, Kau adalah aku yang lain, Mbah,” kata si Jemaah.

Singkat cerita, si “Mbah” luluh dan sepakat untuk membuka jalan bagi ambulans untuk lewat.

Dialog dan jalan cerita film inilah yang kemudian menuai kontroversi. Banyak yang mengapresiasi, namun tak sedikit pula yang menilai isi film ini mendiskreditkan dan menyudutkan Islam.

Seperti tampak di deretan komentar yang muncul di postingan video tersebut.

“Ya ampun sampe segitunya buat film .. seolah olah ko menyudutkan ya.

niatnya baik buat film gini tapi coba deh pihak kepolisian liat respond masyarakat..

pasti tidak yg di harapkan oleh kepolisian..,” ujar Gyas Pangestiono.

“Kepolisian sekarang ini mau'a apa siihh, mau mecah belah umat islam, mau provokasi umat islam sma agama yg lain?? 

Bro & sis polisi klo mau buat vidio itu toh yg bener" realistis, islam ga seperti itu bro & sis polisi, kalian ga tau apa itu kasus satu keluarga yg mau bawa pulang keluarga'a utk dikuburin malah di persulit sma polisi sendiri

*NGACA DONG KALO MAU BERTINDAK BOOOSS* !!!” ujar Eka Rachmat Hidayat.

“Namanya juga ***aparat, sama dengan semboyan 3M nya.. Memftnah, Memprovokasi, Memecah Belah Persatuan,” ujar Muhamad Qodri.

“Kalau Polri sudah jadi provokator ulung...siapa yang mau menangkap mereka????? Ini negara mau dibawa kemana??? Aparat penegak hukumnya saja sudah separah ini...hiks hiks hiks...bukannya mengayomi malah jadi pengadu domba rakyat…” ujar Dadan Hamdani.

Tetapi, masih ada pula yang mencoba objektif dan melihat sisi moral dari film tersebut.

“Nice film, menurut gua nih ada dakwah juga. Ya menurut gua memang kenyataannya ada lah oknum dan satunya orang yang ngerti arti toleransi itu sendiri. Tapi tolong juga untuk yang bikin film jangan terlalu soal agama saja. Karena nggak semua bisa mencerna isi film ini sendiri,” ujar Mohammad Ilham Yepa Jalasena.

“Biasanya yg marah itu ntah ga mengerti sisi moral dalam film tersebut atau emang ga punya rasa toleransi . Jadi langsung kesinggung aja wkwoakao . Pdhl ini menjunjung tinggi semua agama agar selalu bergotong royong walaupun beda keyakinan . Hidup di indonesia ragam budaya dan keyakinan tapi masih aja saling membully minoritas . Saya islam tapi saya mengerti apa itu toleransi yg di ajarkan di SD saya . Klo yg ga ngerti SD ngapain aja ?” tutur Avriandi Harsena Amoeba.

“Ini bukan provokatif tapi memberitahu toleransi akan kemanusiaan, kalian cerna pake akal dan hati coba..

Ngenes kabeh ieu mah komentar2 na teh,” ujar Asep Hakim.

Hampir sepekan film itu diunggah, hari ini, Rabu (28/6/2017), di lini masa Twitter muncul tagar yang berkaitan dengan kontroversi tersebut: #PolriProvokatorSARA. Isinya, lagi-lagi mengecam film tersebut, juga Polri yang memilihnya sebagai pemenang festival.

Kicauan-kicauan yang muncul pun sebagian besar menyalahkan Polri karena dinilai tidak sensitif dan cenderung menyudutkan Islam.

“Bukannya saling memaafkan, #PolriProvokatorSARA instansi negara malah menyebarkan kebencian,” kicau @wahidhumam_habi.

“Siapa sebenarnya yang sedang menguasai polri hari ini sehingga begitu benci ummat Islam ? #PolriProvokatorSARA,” kicau @MuhtarGarsel

“Pencitraan, pencitraan & pencitraan, dunia di kejar & akhirat di belakangkan Inget pak Islam ga sejahat itu !!! #PolriProvokatorSARA,” kicau @FajriMengatakan.

Hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan resmi dari pihak Polri mengenai film tersebut.***

Artikel ini sudah dipublikasi SUARA.com

Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews