Gembar-gembor Hatanto Tak Sesuai Fakta

Gembar-gembor Hatanto Tak Sesuai Fakta

Ketua BP Batam, Hatanto Reksodipoetro. (Foto: dok BP Batam via straistimes.com)

BATAMNEWS.CO.ID, Batam – Pernyataan Ketua BP Batam Hatanto Reksoediputro kepada The Strait Times itu begini: "Saya di sini untuk memberi tahu calon investor tentang apa yang telah saya lakukan untuk mengalihkan pikiran dari Batam lama ke Batam yang baru."

Sebetulnya kalimat Hatanto ini perlu penjelasan yang lebih terang lagi. Misalnya, Batam yang lama itu seperti apa, Batam yang baru itu bagaimana.

Sebab, dari pendapat umum menyebutkan Batam yang lama itu adalah sebuah pulau tempat mengubah nasib, orang luar beramai-ramai ke Batam, dari susah menjadi sejahtera, dari melarat menjadi makmur, dari pengangguran menjadi bekerja, dari toke kecil menjadi toke besar.

Nah, kondisi Batam yang ''baru'' versi Hatanto ini berbanding terbalik dengan Batam lama, misalnya warga yang semula bekerja kini menjadi pengangguran, dari toke besar menjadi toke bangkrut, dari makmur menjadi melarat, dari sejahtera menjadi susah, dan orang-orang pun eksodus.

Dari segi investasi, saat ini faktanya banyak perusahaan yang tutup. Sampai pertengahan 2017 sudah 34 perusahaan yang gulung tikar. Sedangkan pertumbuhan ekonomi, Batam saat ini mengalami titik terburuk, sebab yang meningkat justru inflasi yang mencapai 4,44 persen sedangkan pertumbuhan ekonomi cuma 2,02 persen, pada periode triwulan pertama 2017.

Kalimat Hatanto di media terbitan SIngapura itu masih ada lagi yang lain, "manajemen baru ditunjuk oleh Jakarta pada bulan April tahun lalu, ini untuk memperbaiki apa yang tidak dilakukan dengan benar".

Nah, salah satu program BP Batam dalam manajemen baru yang dianggap benar dan terobosan baru adalah program satu atap untuk pengelolaan lahan dan layanan perizinan investasi yang memproses izin usaha dalam tiga jam, turun dari satu hingga dua tahun dibanding sebelumnya.

Faktanya, Ketua Ikatan Notaris Indonesia (INI) Kota Batam, Dian Arianto, mengatakan pengurusan Izin Peralihan Hak di BP Batam ternyata masih lambat.  "Membutuhkan waktu lama bahkan bisa mencapai satu bulan," ujar Dian di Gedung DPRD kota Batam, Selasa (20/6/2017).

Di Batam ada beribu-ribu berkas yang masuk. Ketua DPRD Kota Batam, Nuryanto, mengatakan akibat lambannya pengurusan IPH berimbas pada perolahan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dari Rp 330 miliar masih 15 persen yang diperoleh.

DPRD Kota Batam juga memiliki sejumlah catatan tentang kebijakan BP Batam yang dinilai kontroversi. Di antaranya, kenaikan tariff UWTO, pernghentian pelayanan public, mekanisme pencabutan lahan tidur, kurang bisa membangun komunkasi dengan lembaga lain, dan minim koordinasi dengan lembaga lain.

"Selain itu, dualisme dengan Pemko Batam yang masih berlangsung hingga sekarang, dan BP Batam juga mengeluarkan statement yang meresahkan seperti lahan perumahanan yang bisa dialihfungsikan." *** (nemo)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews