Alasan AMPLI Tak Setuju Kenaikan Tarif Listrik

Alasan AMPLI Tak Setuju Kenaikan Tarif Listrik

Suasana talkshow di Batam TV Selasa (25/5/2017) malam. Koordinator AMPLI Said Dahlawi (dua dari kiri) (Foto: Yogi ES/Batamnews)

BATAMNEWS.CO.ID, Batam - Prokontra kenaikan tarif listrik sebesar 45 persen oleh PT bright PLN Kota Batam masih terus bergulir. Aliansi Masyarakat Peduli Listrik (AMPLI) memiliki alasan kuat tak setuju kenaikan titu.

Koordinator AMPLI Batam Said Abdullah Dahlawi dalam talkshow di Batam TV Grha Pena Batam Centre, Selasa (23/5/2017), terpuruknya ekonomi di Batam, menjadi salah satu alasan tak setuju.

Selain itu, ia menilai, proses persetujuan kenaikan yang cacat hukum. Berangkat dari Permen No 14 tahun 2016 pasal 41 ayat 2 menjelaskan sebuah kebijakan harus berdasarkan kepentingan masyarakat.

Kemudian lanjut Said, dari data yang dikumpulkannya Asosiasi Pengusahan Indonesia (Apindo) Kepulauan Riau, saat ini angka kemiskinan terus merangkak naik terakhir sampai 47 ribu jiwa di Kota Batam. Selain itu dari data Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam penganguran sudah mencapai 250 ribu orang. 

"Itu yang tercatat, belum lagi yang baru baru ini kena PHK perusahaan besar," ujarnya.

Dilihat lagi dari pertumbuhan industri Kota Batam pada tahun 2016 sudah 67 perusahaan di Batam tutup, pada triwulan pertama 2017 sudah 23 perusahaan yang hengkang dari Kota industri ini.

Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Kota Batam turun dratis, dicatat pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Batam hanya 4,13 persen se sumatera. Sedangkan sejak awal 2017 ini turun ke angka 2,5 persen. 

"Semua kita sekarang sedang menjerit, apakah ini yang berlandaskan kepada undang-undang keputusan yang di ambil untuk kepentingan rakyat," tanya Said.

Lanjut Said, keputusan untuk menaikan listrik ini terkesan tidak jelas, Ia menyesalkan memutuskan perkara yang berdampak kepada masyarakat hanya satu kali rapat saja. "Masak memutuskan ini sekali rapat saja," katanya.

Sebab itu AMPLI sangat tidak setuju dengan kenaikan tersebut. Kenaikan tidak relevan dengan kondisi masyarakat saat ini. "Ini tidak hanya kepada gubernur saja, tetapi ini juga kesalahan dinas terkait karena memberi dorongan kepada gubernur untuk menyetujui," cetusnya.

Kemudian dilihat dari mekanisme proses persetujuan oleh anggota DPRD Kepri kemudian ke Gubernur ada kejangalan. Diantaranya tidak ada sidang paripurna untuk memutuskan itu hanya rapat pimpinan DPRD saja, padahal dalam undang undang harus ada sidang paripurna. 

"Selain itu ketika rapat persetujuan hanya beberapa ketua yang hadir, tidak bisa memutuskan ini hanya oleh rapat pimpinan," ujarnya.

Hal tersebut bisa dikatakan pergub tidak sah. "Terlihat anggota dewan ragu ragu memutuskan ini, sehingga keputusan tidak jelas, pertama direncanakan naik 35 persen kemudian 30 persen. "Ada apa ini," tutupnya.***

(ogi)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews