Mengenal Sosok Hakim Ketua Kasus Ahok yang Dijuluki "Bonek" Anti-Gertak!

Mengenal Sosok Hakim Ketua Kasus Ahok yang Dijuluki "Bonek" Anti-Gertak!

Dwiarso Budi, Ketua Majelis Hakim kasus Ahok (foto : Okezone)

BATAMNEWS.CO.ID - "Bonek" (Bondo nekat). Julukan yang diberikan rekan-rekannya kepada Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi. Bukan hanya karena kelahiran Surabaya, tetapi julukan itu menunjuk pada integritasnya sebagai hakim, antisuap dan antigertak.

Berdasarkan catatan ringan Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat, Ilham Bintang. Nama Dwiarso Budi tak asing di dunia perhakiman. Dwiarso Budi setiap hari dari rumah dinasnya ke kantor pulang pergi, selalu naik Bus Transjakarta.

Suami Yanti, dan ayah dua anak, Rio dan Anya ini pernah menjadi ketua pengadilan di Kotabumi, Kraksaan, Depok, Banjarmasin, dan Semarang. Puteranya, Rio saat ini tinggal di Jepang bekerja sebagai pelayan toko. Sedangkan Anya sebagai pegawai pajak di Palangka Raya.

Namun, ada kisah menarik putera puteri Inoenk-sapaan akrab Dwiarso Budi, ketika terjadi penangkapan terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Kompak para anaknya meminta berhenti jadi hakim karena merasa malu dengan profesi ayahnya. Sang anak pun menyatakan akan bekerja untuk menopang ekonomi orangtuanya.

Sarjana Hukum jebolan Universitas Airlangga (S1) dan Universitas Gadjah Mada (S2) dan terakhir Lemhanas (2016) itu adalah mantan Atlet Hoki PON Jatim dan Atlet Tenis mewakili Provinsi di mana dia bertugas waktu itu.

Track record mantan Asisten Sekretaris Mahkamah Agung (MA) itu tidak diragukan lagi. Sewaktu bertugas sebagai Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ia memutus hukuman seumur hidup untuk koruptor BLBI.

Lalu saat bertugas di Semarang, ia juga memutus sengketa Gubernur Jateng melawan pengacara kondang Yusril Ihza Mahendra, dengan menghukum temannya sendiri (hakim) karena menerima suap dan beberapa koruptor serta pejabat Bupati Karang Anyar.

Keberaniannya untuk berbeda dengan alasan hukum yang rasional itulah yang membuat Ketua Mahkamah Agung, Marsekal Sarwata sangat membanggakannya.

Hari ini, Dosen favorit Fakultas Hukum Universitas Trisakti telah membuktikan dirinya memang hakim yang berintegritas tinggi. Ia memvonis Basuki Tjahaja Purnama 2 tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dan langsung ditahan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur.

Sekadar diketahui, Ahok sebelumnya dituntut oleh JPU dengan hukuman rendah, yakni hukuman penjara satu tahun dengan masa percobaan dua tahun. Artinya Ahok tidak dipenjara. Ia akan dipenjara bilamana dalam masa percobaan itu melakukan perbuatan pidana sama atau lainnya.

Maka ia akan diganjar hukuman sesuai perbuatan pidananya ditambah satu tahun akibat kasus penistaan agama. Tuntutan JPU yang rendah ini akhirnya menimbulkan protes dari umat Islam. JPU dinilai tak netral dan diintervensi.‎ Namun, hakim Dwiarso Budi memvonis dua tahun penjara.

Menanggapi hal tersebut, sejumlah negara dan organisasi internasional mengkritik putusan terhadap Ahok tersebut. Amnesty Internasional (AI) menuturkan, hukuman terhadap Ahok adalah sesuatu yang tidak adil. AI kemudian menyerukan pemerintah Indonesia untuk merevisi, atau bahkan mencabut undang-undang (UU) penistaan agama.

Lalu, Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (APHR) menyebut putusan tersebut sangat membingungkan. APHR menyebut putusan ini menempatkan posisi Indonesia sebagai pemimpin ASEAN dalam hal demokrasi dan keterbukaan dalam bahaya.

Sedangkan Dewan HAM PBB mengaku sangat mengkhawatirkan vonis terhadap Ahok tersebut. Dewan HAM PBB kemudian menyerukan Indonesia untuk merevisi undang-undang (UU) penistaan agama.

Pakar hukum internasional Universitas Indonesia (UI) Arie Afriansah mengatakan, dunia internasional berhak untuk berkomentar atas apa yang terjadi di Indonesia. Namun, tidak bisa memaksakan keinginannya kepada Indonesia.

"Artinya isu tentang Ahok juga menjadi isu yang menarik bagi negara lain," kata Arie.

Kementerian Luar Negeri Indonesia, menyatakan, semua pihak, tanpa terkecuali harus menghormati proses hukum terkait dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara terhadap Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Ini merupakan respon atas kritikan yang datang dari dunia internasional.

"Seperti yang disampaikan Presiden, semua pihak harus menghormati proses hukum dan putusan yang telah disampaikan majelis hakim. Kita juga harus menghormati langkah yang akan dilakukan Basuki Tjahaja Purnama untuk mengajukan banding," kata Juru Bicara Kemenlu Arrmanantha Nassir.

"Hal ini penting, karena sebagai negara hukum, kita harus percaya kepada mekanisme hukum yang berlaku di Indonesia," sambungnya melalui pesan singkat dilansir Sindonews, Rabu (10/5/2017).

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews