Melihat UU Penistaan Agama di Berbagai Negara

 Melihat UU Penistaan Agama di Berbagai Negara

Ilustrasi. (foto: ist/net)

BATAMNEWS.CO.ID, Jakarta - Beberapa badan dan negara Internasional menyoroti kasus penistaan agama di Indonesia setelah pengadilan menetapkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, bersalah atas kasus penistaan agama Islam. Mereka meminta UU Penistaan Agama direvisi atau dicabut dengan alasan menghalangi kebebasan berekspresi.

Hakim memutuskan memenjarakan Ahok selama dua tahun akibat perkataannya semasa kampanye pilkada Jakarta kemarin, yang mengutip petikan ayat Al Quran dengan dalil membuktikan kepada para pendukungnya untuk tidak takut memilih dia, yang merupakan seorang non-Muslim.

Menurut analisa lembaga riset Pew Research Center pada 2014 lalu, sekitar 26 persen atau seperempat negara di dunia memiliki hukum/kebijakan anti-penistaan agama. Sementara itu, satu dari 10 negara di dunia (13 persen) memiliki hukum yang melarang kemurtadan/penyesatan.

Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menganggap, penerapan hukum ini melanggar kewajiban negara menjamin hak sipil dan politik warga. Majelis Parlemen Dewan Eropa juga telah merekomendasikan agar seluruh negara menghapus/mencabut undang-undang ini yang dianggap menghalangi kebebasan berekspresi.

Indonesia merupakan satu diantara 50 negara di dunia yang masih menerapkan hukum dan kebijakan anti-penistaan agama.

Berdasarkan laporan terbaru The Law Library of Congress dari Global Legal Research Center, hukum penistaan agama lazim diterapkan di negara-negara berpenduduk mayoritas Musim.

"Tapi, banyak negara lain khusunya hukum di negara Barat juga mempertahankan undang-undang tersebut. Beberapa dari negara Barat bahkan memberlakukannya dalam beberapa tahun terakhir," bunyi laporan yang dipublikasikan Januari 2017 itu.

Di sejumlah negara yang tidak menerapkan hukum ini, terjadi sejumlah kasus seperti film yang sengaja dibuat menghina ajaran dan nabi, menggambar karikatur menghina nabi Muhammad dan sebagainya dengan alasan kebebasan berpendapat. Kasus-kasus tersebut mengundang protes dan korban jiwa.
 
Timur Tengah dan Afrika

Hukum penistaan agama umum diterapkan di negara Timur Tengah, di mana sekitar 18 dari 20 negara di kawasan mengkriminalisasi penista agama dan tak jarang menghukumnya dengan sanksi brutal.

Salah satu contohnya adalah Iran dan Saudi Arabia. Kedua negara itu memberlakukan hukuman mati bagi oknum yang berani menghina nilai-nilai, tokoh besar agama, hingga pemimpin negaranya.

Berdasasrkan laporan Kementerian Luar Negara Amerika Serikat, setidaknya 20 orang telah dieksekusi mati di Iran. Pada 2014 lalu, seorang blogger asal Iran, divonis hukuman mati akibat menghina Nabi Muhammad di akun Facebook.

Sementara itu, Saudi sebagai negara yang menerapkan hukum (syariat) Islam menganggap mempertanyakan nilai-nilai dasar Islam sebagai tindakan menghina agama dalam Pasal 1 undang-undang antiterorismenya tahun 2014.

Hukum Saudi menerapkan sanksi penjara, denda, hukuman cambuk, hingga hukuman mati terhadap pelanggaran ini sesuai dengan keputusan raja dan fatwa yang dikeluarkan Council of Senior Religious Scholars.

Di benua Afrika, sejumlah negara seperti Algeria, Mesir, Maroko, Tunisa, dan Sudan menerapkan hukuman ini dalam beberapa tahun terakhir.

Mesir dan Maroko baru menerapkan hukum penistaan agama pada 2016. Kedua negara menerapkan hukuman penjara maksimal 3-5 tahun bagi pelaku penghinaan dan denda material.

Asia Selatan

Afghanistan dan Pakistan menjadi negara yang paling aktif menegakkan hukum penghinaan agama. Berdasarkan interpretasi hukum Islam di Afghanistan, Hanafi, para penista agama juga dianggap sebagai yang murtad dan dipandang sebagai tindakan hudud, tindakan kriminal yang ditetapkan hukuman tetap.

Seseorang yang divonis bersalah atas kasus kemurtadan di negara itu bisa diganjar hukuman eksekusi.

Di Pakistan, pada 2014 silam Komisi Nasional untuk Keadilan dan Perdamaian (NCJP) melaporkan, sebanyak 633 Muslim, 147 umat kristiani, 21 umat Hindu, telah dituduh berbagai klausul hukum penistaan agama sejak 1987.

Sekitar 14 terdakwa divonis hukuman mati, sementara 19 lainnya divonis hukuman seumur hidup.

Yang paling dikenal adalah kasus Asia Bibi, seorang wanita Pakistan beragama Kristen yang dihukum mati setelah dinyatakan bersalah menghina Nabi Muhammad. Dia wanita pertama yang dijatuhi hukuman mati atas tuduhan penghujatan.

Asia Pasifik

Selain Indonesia, negara seperti Malaysia, Brunei Darussalam, dan Myanmar memiliki undang-undang berkaitan dengan penistaan agama yang diberlakukan secara aktif.

Brunei baru-baru ini mengundangkan pasal pidana terkait pelanggaran terhadap agama mencakup penghujatan, kemurtadan, dan pernyataan yang mengklaim diri sendiri sebagai tuhan. Jika kedapatan bersalah, pelaku penghujatan agama bisa dikenai hukuman mati hingga sanksi bui maksimal 30 tahun.

Kuala Lumpur menerapkan hukuman yang sama bagi para penghina agama hingga lima tahun penjara.

Sementara negara-negara lain seperti Jepang, Laos, Filipina, Singapura, Selandia baru, dan Thailand juga memiliki instrumen hukum yang mengatur tindakan penghinaan agama.

Salah satunya, hukuman ini baru pernah sekali digunakan oleh Wellington sejak diundangkan 1893 lalu, dalam kasus tahun 1992 di mana sang terdakwa divonis tidak bersalah.

Negara Barat

Di Eropa Barat, banyak negara menerapkan hukum penghinaan agama. Sementara di sejumlah negara lain, hukum tersebut tidak ditegakkan di mana telah muncul sejumlah penuntutan seperti di Austria, Finlandia, Jerman, Yunani, Swiss, dan Turki dalam beberapa tahun terakhir.

Penistaan agama merupakan tindakan kriminal di Denmark. Pasal 140 Undang-Undang Pidana Denmark memaparkan, siapa saja yang menertawakan atau menghina dogma/pemujaan terhadap keberadaan komunitas agama yang sah secara hukum akan dikenakan denda dan hukuman penjara maksimal empat bulan.

Aturan ini telah diterapkan Copenhagen sejak 1930 silam dan masih diterapkan secara aktif hingga hari ini.

Jerman pun memiliki undang-undang serupa yang tertera dalam pasal 166 KUHP-nya, menetapkan siapa saja yang secara publik mencemarkan nama baik agama atau ideologi orang lain dan mengancam kedamaian publik akan dihukum maksimal 3 tahun atau denda materi.

Sekitar 15 orang setiap tahunnya tersandung kasus ini di Jerman. Salah satu kasus yang menyorot perhatian adalah penghinaan agama yang dilakukan politikus sayap kanan Michael Sturzenberger yang membandingkan Islam seperti "bisul kanker" pada 2014 lalu.

Sementara itu, menurut KUHP Kanada, memfitnah dan menghujat tuhan adalah pelanggaran yang bisa dikenai sanksi hingga dua tahun penjara.

(ind)
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews