Mengapa Badan Internasional Mengecam Vonis Ahok?

Mengapa Badan Internasional Mengecam Vonis Ahok?

Majelis Hakim menyatakan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terbukti menista agama, yang diatur dalam Pasal 156a KUHP. (Foto: AFP/BAY ISMOYO by bbc.com/indonesia)

BATAMNEWS.CO.ID, Jakarta - Vonis dua tahun atas Gubernur petahana DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, karena diputuskan menista agama mendapat reaksi dari beberapa lembaga internasional.

Lembaga pegiat hak asasi yang berpusat di London, Inggris, Amnesty International, berpendapat vonis bersalah dan penahanan Ahok menodai reputasi Indonesia dalam toleransi.

Komentar tersebut disampaikan menyusul vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (10/05), bahwa Ahok bersalah berdasarkan Pasal 156a KUHP yang intinya mengatur permusuhan maupun penodaan atas suatu agama di Indonesia.

Berdasarkan pasal tersebut, majelis hakim yang dipimpin Dwiarso Budi menjatuhkan hukuman penjara dua tahun atas Ahok walau jaksa hanya menuntut hukuman satu tahun penjara untuk masa percobaan dua tahun.

Dan pasal penodaan tersebut yang menjadi salah satu keprihatinan Amnesty International.

"Vonis itu memperlihatkan ketidakadilan yang melekat dalam undang-undang penistaan di Indonesia, yang seharusnya segera dicabut," tulis Champa Pater, Direktur Amnesty International untuk kawasan Asia Tenggara dan Pasifik.

Amnesty juga mencatat sepanjang tahun 2005 hingga 2014, sedikitnya 106 orang didakwa dengan pasal penistaan tersebut, atau jauh lebih tinggi dari masa pemerintahan Soekarno dan Suharto -sepanjang 1965 sampai 1998- dengan hanya 10 orang yang didakwa.

Pasal penistaan juga menjadi fokus dari lembaga pegiat hak asasi internasional lainnya, Human Right Watch atau HRW, saat mengeluarkan tanggapan atas vonis Ahok.

"Undang-undang penistaan sudah digunakan untuk mendakwa dan memenjarakan anggota-anggota dari kelompok agama minoritas dan tradisional," tulis Phelim Kine, Wakil Direktur Divisi Asia HRW.

Lembaga yang berkantor pusat di New York, Amerika Serikat, ini juga menulis sasaran undang-undang penistaan yang terbaru mencakup tiga mantan anggota komunitas agama Gafatar menyusul pengusiran paksa lebih dari 7.000 anggotanya dari rumah mereka di Kalimantan tahun lalu.

Presiden Joko 'Jokowi' Widodo, tulis HRW, menanggapi vonis Ahok dengan mendesak masyarakat ' menghargai proses undang-undang yang ada dan vonisnya.

"Dia seharusnya memenuhi janjinya untuk mempromosikan keragaman pluralisme di Indonesia serta menghapuskan undang-undang penistaan serta peraturan-peraturan lain yang diskriminatif dan mengancam agama minonritas di negaranya," tambah Kine dalam pernyataannya.

Sementara itu Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam mengeluarkan pernyataan dengan mencatat keputusan pengadilan terkait Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pada 9 Mei.

Selain memuji Indonesia yang bangga atas tradisi toleransi dan pluralismenya, Uni Eropa menghimbau agar pemerintah Indonesia, lembaga-lembaga dan warganya untuk senantiasa mempertahankan tradisi toleransi dan pluralisme tersebut.

"Uni Eropa secara konsisten telah menyatakan bahwa hukum yang mengkriminalisasi penistaan agama secara diskriminatif dapat menimbulkan terhalangnya kebebasan berekspresi dan atau kebebasan beragama dan kepercayaan," kata delegasi Uni Eropa seperti tertulis dalam pernyataannya.

Kantor Hak Asasi PBB untuk kawasan Asia Tenggara juga mengeluarkan komentar lewat pesan Twitter, tak lama setelah Ahok dinyatakan bersalah dan langsung ditahan, Selasa (09/05).

"Kita prihatin atas hukuman penjara gubernur #Jakarta krna penistaan agama #Islam. Kita panggil #Indonesia utk mengulas hukum penistaan agama," yang juga disampaikan dalam Bahasa Inggris.

Ahok sendiri kini dipindahkan ke tahanan di Mako Brigmob, Rabu (10/05), setelah sempat mendekam satu malam di LP Cipinang sementara tim penasehat hukumnya sudah mengajukan banding dan penangguhan penahanan atau perlakuan tahanan kota. ***


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews