Mengapa Pemuda Ini Hendak Membunuh Donald Trump?

Mengapa Pemuda Ini Hendak Membunuh Donald Trump?

Brit Michael Sanford, si Inggris yang hendak menembak Donald Trump. (Foto: AP via The Sun)

BRIT Michael Sandford yang dipenjara karena mencoba membunuh Donald Trump menceritakan bagaimana ia merebut pistol polisi setelah suara-suara di kepalanya berteriak: "Bunuh dia!"

Sandford, 21 tahun, sudah dibebaskan dari penjara AS dan kembali ke rumah bersama keluarganya di Dorking, Surrey, Inggris.

Ia bercerita, "Saya mendengar suara yang mengatakan bahwa saya harus membunuh Donald Trump. Suara-suara itu datang  semakin kuat dan lebih sering. Pada satu titik mereka berteriak padaku."

Ia melanjutkan, bahwa suara-suara itu minta  Trump perlu dihentikan. "Mereka bilang dia akan menghancurkan negara ini - tapi suara-suara di kepala saya yang menyuruh saya untuk membunuhnya."

Sandford sudha sejak 2015 hidup luntang-lantung di Nevada. Sejak itu pula, ia tak pernah menjalin kontak dengan orang tuanya di Inggris.

"Kemudian suatu hari saya melihat dia sedang berbicara di Las Vegas dan saya memutuskan untuk pergi ke sana dan melakukannya sendiri."

Ketika itu, Donald Trump adalah salah satu calon presiden. Ia berkampanye di Las Vegas pada pada 18 Juni 2016.

Sanford yang mengaku di kepalanya penuh suara-suara untuk membunuh Trump, lantas berusaha merebut polisi untuk menembak sang calon presiden. Namun aparat kepolisian lebih sigap. Ia ditangkap.

Akibat perbuatannya, ia terancam hukuman hingga 20 tahun di penjara AS jika dinyatakan bersalah di persidangan.

Saat diperiksa, ia menyangkal tuduhan itu. Lalu Ibunya, Lynne Sandford dan pengacara keluarga -yang datang dari Inggris dan mengunjunginya di penjara - membujuknya untuk menandatangani kesepakatan pengakuan bersalah.

Pada September 2016, Sanford mengaku bersalah.

Di pengadilan di Nevada, dia mengakui bersalah dan pernah dirawat untuk gangguan mental. Keterngan Sanford dikuatkan dengan pernyataan Lynne yang mengatakan anaknya beberapa waktu lalu didiagnosa mengalami suatu jenis gangguan kejiwaaan. "Lebih baik baginya mendapat perawatan di sebuah rumah sakit jiwa di Inggris," katanya.

Saat diadili, Sandford menangis  dan meminta maaf atas apa yang telah dilakukannya. "Saya hanya merasa buruk tentang kejadian itu," kata Sandford.

Hakim James Mahan kemudian merasa simpatik terhadap Sandford. "Saya pikir Anda tak memendam kebencian di dalam hati Anda".

"Melihatnya seperti itu menghancurkan hatiku," kata sang ibu saat mengajukan banding untuk hukuman ringan atas dasar bahwa anaknya membutuhkan perawatan dan dukungan dari keluarganya.

Pada Desember 2016, Sanford dihukum setahun dan satu haru penjara.

Namun hukuman itu hanya beberapa bulan saja dijalaninya. Kini Britt sudah berkumpul lagi dengan keluarganya di Inggris.***


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews