Industri Sekarat, Batam Bakal Jadi Kota Hantu?

Industri Sekarat, Batam Bakal Jadi Kota Hantu?

Suasana gudang milik salah satu perusahaan di kompleks Industri Sekupang, Batam. (Foto: Yogi Eka Saputra/batamnews.com

RUMPUT liar tumbuh subur di halaman parkir kompleks industri Sekupang, Batam. Pertanda tak pernah terganggu dengan ban mobil atau motor yang parkir di sini.

Gudang-gudang terlihat rapuh dengan cat yang sudah mengelupas. Di antara debu-debu yang menempel di pintu gerbang terselip pengumuman "disewakan." 

"Sudah lama mau disewakan, namun tak laku-laku," kata  Lukman, 46 tahun, yang sudah 12 tahun membuka Rumah Makan Padang Mando di depan PT Tanjung Harapan Sentranusa yang sudah tutup itu.

Wartawan batamnews.co.id yang menyusuri kawasan ini pada Sabtu 6 Mei 2017 melihat bocah-bocah yang girang bersepeda di jalanan. Mereka tak khawatir dengan kendaraan, sebab memang sangat jarang melintas.

Hari itu, Sabtu (6/5/2017), hanya ada satu kendaraan pengangkut barang yang lewat.

Di kawasan ini terdapat beberapa perusahaan, mulai dari perusahaan rakitan elektronik hinggan galangan kapal. Kawasan ini merupakan pusat industri pertama di Kota Batam. Semenjak beberapa perusahaan tutup kawasan ini terlihat sepi.

"Dulu pagi dan sore, jalanan di sini selalu macet karena karyawan perusahaan mau kerja, tak bisa lewat kita. Sekarang main bola pun bisa," ujar Lukman, 46 tahun, pemilik rumah makan masakan padang di depan PT Tanjung Harapan Sentranusa yang sudah dua tahun tutup.

Dampak tutupnya perusahaan (warga di Batam menyebutnya "pete" -PT) itu menerpa rumah makannya. "Dulu omset saya Rp3 juta, sehari, sekarang tak sampai sejuta," kata pria yang sudah 12 tahun membuka rumah makan di sini. "Sepi, sebentar lagi tempat ini menjadi rumah hantu."

Lukman mengatakan, saat ini beberapa perusahaan memang sudah tutup. Sebagian, ada yang memperkecil kegiatannya. Misalnya, jika semula ada dua gudang sekarang tinggal satu yang aktif. Perusahaan yang bertahan tidak sanggup membayar gaji karyawannya.

"Jadi mereka membawa bekal (makanan) dari rumah, mana ada lagi yang belanja di sini," kata Lukman yang berasal dari Padang itu. Tidak ada solusi lain, Lukman dan keluarganya berencana balik ke kampung halaman.

Malah warung makan yang bertetangga dengan Lukman terlihat ditutup. "Dia tutup sebab tak sanggup lagi membayar sewa dan gaji karyawannya," kata Lukman.

Masalah yang sama juga dialami Titin, 33 tahun, pemilik rumah makan "Mak Etek" di depan perusahaan galangan kapal PT  Britoil. Sejak perusahaan ini tutup dua tahun lalu, omzetnya juga terjun bebas. 

"Sekarang sudah dapat satu juta sudah syukur. Biasanya karyawan galangkan kapal makan di makan di sini semua, bahkan mereka juga mesan ketering. Sekarang yang makan di sini hanya nelayan yang mengangkut kelapa dari pulau ke Batam," katanya.

Selain berdagang, Titin juga mempunyai usahan kos-kosan di sekitar kawasan ndustri ini. Sebelum perusahaan-perusahaan  tutup, 24 kamar kosnya penuh. Ia menyewakan Rp250 ribu per kamar per bulan. "Sampai sekarang satu aja nggak ada isinya," ujar wanita asal Pulau Jawa itu.

Ini baru bercerita tentang efek dua perusahaan yang bangkrut di Sekupang. Padahal pada tahun ini saja, menurut data dari Dinas Tenaga Kerja Batam, setidaknya ada 23 perusahaan yang menutup kegiatannya. Dampaknya, Batam menambah koleksi 889 penganggguran baru.

Data pemerintah berkata demikian. Tetapi jika melihat lebih luas maka akan tampak hamparan kemerosotan ekonomi begitu mengkhawatirkan di Batam ini.

Misalnya di sektor perkapalan, Ketua Batam Shipyard dan Offsore Association (BSOA) Sarwo Edi menyampaikan bahwa saat ini hanya ada 15 ribu hingga 20 ribu karyawan yang bekerja di sektor galangan kapal. "Padahal tahun-tahun sebelumnya, 75 perusahaan anggota BSOA mampu mempekerjakan 250 ribu karyawan," katanya.

Tanpa perlu membuka semua lembaran bidang usaha, cukup satu sektor saja sudah cukup untuk melihat kenyataan yang terjadi di Batam ini.

Seperti efek billiar, sejak  industri di Sekupang Batam sekarat berakibat pada melaratnya pada pedagang-pedagang kecil di sekitarnya. Dari pengangguran yang tercipta dari perusahaan yang bangkrut, sejumlah pedagang mulai gulung tikar.

Jika tak segera dicari solusinya, maka seperti kata Lukman, bahwa tak lama lagi Batam ini akan menjadi kota hantu.***

Laporan: Yogi Eka Sahputra

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews