Ini Sederet Alasan Amerika Cuma Gertak Sambal Menyerang Korea Utara

Ini Sederet Alasan Amerika Cuma Gertak Sambal Menyerang Korea Utara

Peluncuran roket dan rudal Korea Utara. (foto: ist/net)

BATAMNEWS.CO.ID, Seoul - Sejumlah pengamat militer dan mantan perwira tinggi militer Amerika Serikat yang terlibat dalam Perang Korea tahun 1950-an meyakini Amerika Serikat tidak akan menyerang Korea Utara.

Menurut Carl Baker, pensiunan dari Angkatan Udara Amerika Serikat dan memiliki pengalaman luas di Korea Selatan, rudal-rudal milik Korea Utara akan menimbulkan kehancuran besar di Korea Selatan.

"Ini menjadi faktor yang paling membatasi Amerika Serikat," kata Baker seperti dikutip dari Washington Post, 21 April 2017.

Analis Korea Utara dengan situsnya 38 North, Joseph S.Bermudez Jr, menjelaskan, markas tentara Korea Utara di Kaesong, di utara kawasan demiliterisasi Korea Utara-Korea Selatan atau DMZ, memiliki 500 artileri. Seluruh artileri ini dapat menjangkau wilayah utara Seoul, yang berjarak sekitar 30 mil dari DMZ.

Namun, satu saja proyetil terbesar yang ditembakkan Korea Utara dari DMZ akan menjangkau hingga ke selatan Seoul. Area ini merupakan kawasan metropolitan Seoul yang dihuni sekitar 25 juta orang.

"Inilah efek kedekatan," kata David Maxwell yang bekerja sebagai tentara Amerika Serikat selama 30 tahun di Korea Selatan dan saat ini mengajar di Universitas Georgetown.

Bermudez menunjukkan betapa besar dampak dari rudal-rudal yang akan ditembakkan ke Seoul, jika perang menjadi jawaban atas perseteruan Korea Utara dan Amerika Serikat.

Menurut Bermudez, setengah dari artileri Korea Utara merupakan peluncur multi roket, termasuk peluncur 18 hingga 36 dengan besaran peluncur mencapai 300mm. Peluncur roket sebesar itu memiliki kemampuan menembak delapan kali untuk setiap 15 menit dan kemampuan jangkau 44 mil.

Sehingga jika Korea Utara mulai menembakkan artilerinya ke Korea Selatan, maka dalam sejam akan ditembakkan empat ribu tembakan. Maka, sekitar 2.811 kematian dan 64 ribu orang tewas di hari pertama, kebanyakan yang meninggal terjadi dalam rentang waktu tiga jam setelah tembakan.

Yang mengerikan, sebagian yang menjadi korban adalah warga Amerika. Karena sekitar 28 ribu tentara Amerika Serikat bertugas di Korea Selatan. Mereka bertugas di pangkalan Angkatan Udara Amerika Serikat di Osan  dan yang terbaru di Pyeongtaek sebagai pengganti pangkalan militer Amerika di Seoul.

Mencermati fakta ini, menurut Baker dari Pusat Forum Pasifik untuk Strategi dan Kajian Internasional, pernyataan  pemerintah Amerika Serikat bahwa semua opsi tersedia termasuk opsi militer untuk mengatasi masalah Korea Utara adalah tidak benar.

"Kita sesungguhnya tidak memiliki opsi militer. Orang-orang di Washington mengatakan 'Kita punya kemampuan untuk ini,' namun orang-orang kita yang duduk di Seoul mengatakan,'Kamu tidak dapat melakukan hal itu," kata Baker.

Jika diamati ancaman serangan Amerika Serika ke Korea Utara hingga saat ini masih merupakan gertak sambal semata, dan itu sebenarnya cukup masuk akal.

Sebab serangan AS sepertinya sudah ditunggu oleh Korut karena serangan itu sama saja sebagai alarm untuk menggempur wilayah Korea Selatan.

Hingga saat ini ribuan kendaraan peluncur roket Korut sudah disiapkan di sepanjang garis perbatasan 38th Pararell.

Korut bisa memiliki persenjataan Multiple Launch Rocket System (MLRS) dalam jumlah besar karena sudah bisa memproduksinya. Jumlah total MLRS yang dimiliki Korut sekitar 4.800 unit.

Yang perlu diingat, jarak antara garis demarkasi 38th Pararell (DMZ Zone) yang memisahkan Korsel dan Korut dengan Seoul hanya sekitar 56 km.

Jarak itu dengan mudah bisa dijangkau oleh roket-roket kaliber 300 mm Korut yang mampu menghantam sasaran akurat dari jarak 40 km hingga 130 km.

Jika terjadi perang, ribuan roket yang ditembakkan menuju Korsel, Kota Seoul bisa luluh lantak dan menjadi neraka dalam hitungan jam.

Militer AS dan Korsel memang telah menyiagakan sistem pertahanan udara untuk menangkis serangan rudal dari Korut, tapi bukan sistem pertahanan udara yang bisa menangkis gempuran ribuan roket yang diluncurkan sekaligus.

Hingga saat ini memang belum ada teknologi militer mutakhir yang bisa menangkis gempuran roket yang ditembakkan secara masif.

Israel yang memiliki sistem penangkis serangan udara Iron Dome untuk menghantam rudal dan roket yang diluncurkan pejuang Hamas juga masih kewalahan.

Pasalnya jumlah rudal yang diluncurkan untuk menangkis serangan roket jauh lebih sedikit dibandingkan roket-roket yang diluncurkan pejuang Hamas.

Meski seandainya sistem pertahanan udara di Korsel semacam Iron Dome yang dimiliki Israel, itu hanya cukup menangkis beberapa roket yang diluncurkan oleh Korut.

Sedangkan ribuan roket lainnya tak bisa ditangkis dan terlanjur menciptakan neraka bagi kota-kota di wilayah Korsel.

Maka menjadi masuk akal jika AS hanya bisa main gertak sambal dengan Korut, mengingat kekuatan militernya tidak bisa melindungi semua kawasan Korsel secara maksimal.

(ind)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews