Kisah Guru Tunanetra di Tanjungpinang yang Ajarkan Komputer dan Balas Main WhatsApp

Kisah Guru Tunanetra di Tanjungpinang yang Ajarkan Komputer dan Balas Main WhatsApp

BEGITU sepeda motor itu memasuki pintu gerbang Sekolah Luar Biasa Negeri I Tanjungpinang, serempak beberapa murid berteriak girang. "Bapak... bapak," ada semburat kegembiraan di wajah-wajah lugu itu.

Tersenyum lebar, pria yang disapa bapak itu turun dari boncengan ojek yang disewanya bulanan. Sebilah tongkat di tangannya memandunya berjalan menuju ke kantor sekolah.

Sesaat kemudian dia sudah keluar lagi menuju ruang kelas yang masih kosong. Ia rabanya tombol kontak lampu dan menghidupkannya. Di meja kerja, ia meletakkan tasnya.

Kemudian ia mengambil sapu yang terletak di pojok kelas. "Ruangan kelas masih kotor," katanya kepada wartawan batamnews.co.id yang mengikutinya hari itu, Jumat (28/4/2017). Seperti memiliki mata normal, ia menyapu seluruh sudut ruangan dengan bersihnya.

Saat sedang asyik membersihkan ruangan, seorang gadis cilik yang diantar ibunya masuk ke ruangan. Tanpa menolah pria itu menyapanya, "pagi Vero udah datang ya." Langsung murid  perempuan yang duduk di kelas lima ini menjawab, "ya pak, pagi pak." Vero adalah juga tunanetra.

Fahmi bukan tukang sapu di sini. Pria kelahiran 15 November 1975 ini walau tunanetra, warga Kelurahan Batu IX, Tanjungpinang, ini adalah seorang guru di sekolah itu.

Setelah Vero, satu per satu muridnya berdatangan. Hingga kemudian memenuhi ruangan kelas lima. Hari itu mereka belajar menggunakan laptop. Tampak siswa-siswa belajar sambil meraba-raba huruf satu demi satu kata di laptop.

Berbentuk hampir sama dengan laptop yang digunakan orang-orang normal, bedanya saat keyboard mereka saat dipencet mengeluar suara untuk memudahkan pengenalan huruf.

"Anak-anak, coba buatkan tulisan 'pancasila," terdengar suara pria tunanetra itu memberi intruksi pada murid-muridnya.

***

Kebuataan yang dialami Fahmi bukanlah bawaan sejak lahir. "Saya mengalami musibah yang menciderai mata saya," katanya. Ketika kecil, saat berusia setahun, Fahmi mengatakan mengalami penyakit seperti bisul di mata kirinya, hingga kemudian mengalami kebutaan.

Mata sebelah kanannya tetap normal hingga ia berusia 11 tahun. Namun, ia sungguh bernasib malang, ketika sedang bermain dengan teman-temannya, matanya terkena batu yang dilontarkan dengan ketapel. Akhirnya kedua mata Fahmi tak berfungsi lagi.

"Saya sempat despresi ketika itu, mengurung diri tidak mau berbicara sama siapapun seakan-akan hidup ini hancur," kata Fahmi.

Hingga kemudian ada seorang tunanetra yang nyasar ke kampungnya. "Waktu itu kakak saya ketemu dengan seorang pria itu,  dia mencari anak senasib dengannya untuk bersekolah. Lalu kakak saya mempertemukannya dengan saya, akhirnya semangat saya tumbuh kembali," katanya.

Selanjutnya, Fahmi menjadi murid  di Sekolah Luar Biasa di Payakumbuh selama 4 tahun. Sejak itu, ia bercita-cita menjadi seorang guru. "Usai dari SLB saya masuk di sekolah umum, namun di sekolah itu cuma saya yang tunanetra," katanya.

Sekolah itu sangat berat menerima murid tunanetra seperti Fahmi. Namun, guru di sana memberinya kesempatan. "Syaratnya, jika tak mampu mengikuti pelajaran maka sekolah akan mengeluarkan saya," katanya. 

Peluang itulah yang dimanfaatkan Fahmi. "Saya berjuang ditemani dengan alat rekaman untuk merekam setiap mata pelajaran," ujarnya.

Kerja keras Fahmi tak sia-sia, ia sampai mendapat ranking satu di kelasnya. "Setelah lulus saya masuk di salah satu Universitas di Bandung mengambil jurusan PLB seketika itu dan bersaing dengan dengan mahasiswa normal lainnya," ujarnya.

Setelah lulus kuliah pada 2005, Fahmi menyambung hidup menjadi pengamen di Bandung. "Dengan sebuah kaleng bekas berisi batu untuk mengeluarkan suara dentereng saya ngamen," ungkapnya. Hingga akhirnya ia mendapat kesempatan menjadi guru honorer di Sukabumi.

Berselang setahun,  Fahmi mendapat Informasi dari sudaranya bahwa di Kepri ada penerimaan CPNS. Ia pun mengadu nasib ikut ujian PNS.  "Alhamdulillah diterima sebanyak 24 orang waktu itu," katanya.

Setelah Ia terima menjadi pengawai di Kepri ia menikahi pujaan hatinya hingga memiliki dua anak. Semula sang istrilah yang setia mengantarnya ke mana-mana, termasuk ke sekolah untuk mengajar.  "Kini Iistri saya tak bisa lagi karena saat ini lagi mengandung anak saya," ungkapnya.

***

WALAU tanpa melihat, Fahmi tekun mempelajari berbagai hal. Ia juga mengikuti perkembangan teknologi digital. Hingga ia bisa mengoperasikan komputer juga lancar memainkan selularnya. Jangan kira selular hanya digunakan untuk bicara saja, Fahmi juga mengoperasikan aplikasi WhatsApp untuk berkomunikasi dengan siapa saja.

Fahmi juga bercita-cita mendalami Ilmu lagi dengan mengambil  S2. Namun niatnya ini masih terkendala soal biaya.

Ia ingin membuktikan bahwa menjadi tunanetra bukan penghalang cita-cita. Itu dilakukannya agar para orang tua tak berkecil hati memiliki anak yang memiliki kekurangan dari segi fisiknya. "Itulah sebabnya, kita harus buktikan bahwa kita bisa," ungkap Fahmi.

Cita-citanya, ia ingin menjadi seorang guru tunanetra yang benar-benar mumpuni layaknya seorang normal yang memiliki dua mata.

Dengan bekal pendidikan tinggi, ia berharap bisa mengajar dengan lebih baik.  Sekarang ini, Fahmi ruang kelas Fahmi mengajar seprti guru normal lainnya. Ia mengajar dengan santai dan serius, seluruh murid-muridnya dikenal lewat suara.

Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Jam pulang sekolah pun tiba. Murid-murid beranjak pulang, Fahmi bergegas membereskan kelas. Penarik ojek sudah menunggunya, lalu ia beranjak pulang.***

(Afriadi - Tanjungpinang)

Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews