Perang Terbuka AS-Rusia Diramalkan Segera Pecah di Suriah!

Perang Terbuka AS-Rusia Diramalkan Segera Pecah di Suriah!

Kondisi Suriah yang luluh lantak karena perang. (foto: ist/net)

BATAMNEWS.CO.ID, Damaskus - Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi serangan 59 misil kendali jarak jauh (cruise missile) AS ke bandar udara militer Suriah pada Kamis waktu setempat. Misil-misil itu menandai respon AS atas terjadinya serangan senjata kimia keji di Idlib, Suriah, pada 4 April 2017 lalu.

AS menuduh pemerintah Suriah bertanggung jawab di balik serangan senjata kimia yang menewaskan puluhan orang itu.

Serangan misil itu menandai intervensi militer langsung (direct military intervention) Negeri Paman Sam, yang pada 6 tahun sebelumnya lebih memilih untuk melakukan intervensi tidak langsung--berupa kebijakan--pada Perang Suriah.

Operasi ini juga semakin menegaskan oposisi AS kepada rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad dan para koalisinya yang terdiri dari Rusia dan Iran. Risiko AS untuk terlibat perang terbuka dengan Rusia dan Iran juga semakin meningkat.

Presiden Trump menjelaskan bahwa serangan tersebut "vital bagi keamanan nasional AS. Dan, meminta agar negara-negara bermartabat untuk bergabung menghentikan pembantaian dan pertumpahan darah di Suriah, serta menghentikan segala bentuk terorisme."

Semua misil yang ditembakkan dari dua kapal perang AS di laut Mediterania timur itu menghujam bandar udara militer Shayrat dan sekitarnya yang berada di Provinsi Homs.

Misil itu juga mengenai fasilitas militer di sekitar Bandara Shayrat, seperti artileri pertahanan udara, beberapa pesawat, hangar, dan tangki bahan bakar. Beberapa misil juga mengenai sejumlah fasilitas militer Rusia yang berada tak jauh dari Shayrat. Ini merupakan dampak di luar perhitungan AS yang hanya menargetkan serangan khusus pada fasilitas Suriah.

Operasi serangan misil ini diprediksi akan membahayakan kondisi personel tentara infanteri AS yang berdinas di Raqqa, Suriah sebagai penasihat militer kelompok oposisi al-Assad dan militan anti-ISIS.

Langkah intervensi Trump ini diduga dirancang oleh staf Gedung Putih dan beberapa pejabat tinggi, seperti Sekretaris Pertahanan Jim Mattis, Sekretaris Luar Negeri Rex Tillerson, dan penasihat pertahanan Gedung Putih Letjen AD H. R. McMaster.

Risiko Perang Terbuka

Serangan langsung AS kini semakin memperkeruh situasi di Suriah. Hingga 2017, sejumlah negara telah terlibat dalam konflik di negeri pimpinan rezim al-Assad itu. Meski beberapa negara hanya berfokus untuk melakukan penumpasan terhadap ISIS, seperti Turki, namun sejumlah negara secara terang-terangan mendukung rezim al-Assad, seperti Rusia dan Iran.

Setelah serangan rudal AS ke Suriah, Korea Utara juga terang-terangan mengutuk dan mendukung Suriah. Korut secara diplomatis menganggap Suriah sebagai sekutu utama.

Pemerintah Korea Utara (Korut) mengecam serangan rudal Amerika Serikat (AS) terhadap pangkalan udara Suriah sebagai “tindakan agresi tak termaafkan”.

Respons Pyongyang ini disampaikan Kementerian Luar Negeri Korut yang dipublikasikan kantor berita KCNA, Sabtu (8/4/2017).  

”AS serangan rudal terhadap Suriah adalah tindakan agresi yang jelas dan tak termaafkan terhadap negara yang berdaulat dan kami sangat mengutuk ini,” kata kementerian itu melalui seorang juru bicara yang tak disebut namanya oleh KCNA.

Pemerintah Trump mengklaim serangan militer terhadap Suriah sebagai respons atas serangan senjata kimia di Idlib yang menewaskan puluhan orang. AS meyakini, serangan diluncurkan dari pangkalan udara Shayrat.

Tapi, Presiden Assad membantah. Menurut Suriah, yang benar adalah pesawat-pesawat tempurnya menggempur gudang senjata milik teroris di Idlib, di mana senjata kimia tersimpan. Puluhan orang yang tewas itulah yang terpapar senjata kimia yang bocor dari gudang senjata milik teroris.

Intervensi AS meningkatkan risiko perang terbuka dari sejumlah negara ini di Suriah. Rusia mengutuk itu dan menyebutnya sebagai "tindakan agresi melawan anggota PBB".

Berbicara kepada kantor berita RIA, Viktor Ozerov, ketua komite pertahanan di Dewan Federasi Rusia mengatakan, pihaknya akan menuntut langkah balasan terhadap Negeri Paman Sam.

Menurut Alexander Gillespie, seorang profesor AS, serangan perdana tersebut terancam akan membuat Washington berhadapan langsung dengan Moskow di medan perang Suriah mengingat selama ini yang terjadi adalah proxy war.

"Itu (serangan AS) meningkatkan segalanya, sangat berbahaya," ujar Gillespie.

"Skenario yang jadi mimpi buruk adalah Rusia -- masalahnya, Rusia terikat perjanjian pertahanan dengan Suriah sejak tahun 1972," jelasnya.

Rusia saat ini menempatkan pasukan dan rudal anti-serangan udara di seluruh wilayah Suriah. Terkait hal Gillespie berpendapat, jika serangan AS sengaja mengenai Rusia, maka hal tersebut akan buruk -- bahkan sangat sangat buruk.

Negeri Beruang Merah bisa saja menggunakan sistem pertahanan udara mereka untuk menghalau serangan AS di wilayah udara Suriah. Bahkan menembak jatuh pesawat AS.

"Rusia sangat baik dalam menarik napas dan menunggu. Putin ingin balas dendam dalam situasi dingin," ujarnya.

Serangan AS dinilai cukup mengejutkan. Pasalnya, sebelumnya Trump berulang kali menunjukkan sikap tidak tertarik mengintervensi perang Suriah.

"Jika Obama menyerang Suriah dan orang-orang tidak bersalah terluka dan terbunuh, dia dan AS akan terlihat buruk," kicau Trump di media sosial pada 31 Agustus 2013 lalu.

Lantas pada 9 September 2013, sosok kontroversial itu kembali mencuit, "Jangan serang Suriah -- sebuah serangan tidak akan membawa apapun tapi bencana bagi AS. Fokus saja untuk membuat negara kita lebih kuat dan hebat lagi!".

Media mencatat, setidaknya Trump pernah berkicau 14 kali soal sikapnya yang menentang intervensi AS di Suriah.

(ind)

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews