Nasib Hiburan Malam Natuna Menanti Ketuk Palu Hamid Rizal

Nasib Hiburan Malam Natuna Menanti Ketuk Palu Hamid Rizal

Seorang wanita pekerja hiburan malam di Ranai terjaring razia Polres Natuna beberapa waktu lalu karena tidak memiliki identitas dan KTP (Foto: M. Ikhsan/Batamnews)

BATAMNEWS.CO.ID, Natuna - Hiburan malam tak lepas dari gaya hidup dimana saja. Tidak terkecuali kehidupan di pulau-pulau yang jauh dari kesan metropolis.

Wanita, alkohol, hingga narkoba identik dengan ranah yang satu ini. Di Ranai, Kabupaten Natuna, masyarakat sedang jengah dengan menjamurnya hiburan malam yang tidak tertata.

Banyak kaum hawa pekerja malam yang datang ke Ranai mengais rupiah. Perekonomian Natuna yang kerap dipelesetkan, "naik turun naik", tak menyurutkan minat mereka untuk tetap kembali.

Kadang ramai, kadang sepi. Tergantung yang namanya "ketok palu"-- istilah populer soal pengesahan APBD. Ekonomi Natuna memang mengandalkan hal ini. Barulah uang berputar di pasaran. 

Demikian juga hiburan malam. Nasibnya pun kini tidak hanya tergantung "ketuk palu" APBD di gedung dewan, namun juga "ketuk palu" nya bupati soal ketegasan hukum. 

Para praktisi hiburan malam selama ini punya dandanan dan fashion yang mudah diidentifikasi. Lebih modis dan kebarat-baratan tentunya dibanding masyarakat awam yang cenderung bergaya lebih sederhana. Natuna negeri melayu soalnya.

Terkadang, hal itu menjadi pemandangan 'memalukan' saat mereka melintasi jalan umum di kala pagi, siang, sore hingga malam hari. Kerap mencuri perhatian. Maklum saja, banyak dari mereka yang menetap sebagai pencari rupiah di tempat ini.

Pengaruh negatif perlahan mulai muncul. Kalangan remaja kian akrab dengan miras. Diperparah penjualannya yang tidak terkontrol. Narkoba menjalari ibu rumah tangga, dan oknum PNS.

Masyarakat meminta pemerintah menertibkan hiburan malam. Bupati Natuna, Hamid Rizal dengan tegas awalnya meminta lokasi hiburan-hiburan malam berpotensi maksiat itu ditutup.

"Kita akan tutup semua tempat-tempat hiburan itu. Mau karaoke, mau pujasera, kalau berbau mesum, kami tutup," tegasnya, usai rapat di DPRD Natuna mengenai hal ini Desember 2016 lalu.

"Itu pujasera kok berbau mesum. Yang namanya pujasera itu tempat makan. Bikin rusak istilah pujasera saja," ujarnya lagi.

Namun, ketegasan itu kemudian berubah sedikit toleran. Pemda tiba-tiba beranjak bijak. Meminta semua lokasi mengurusi izin. Padahal, bukan soal izin yang dikhawatirkan masyarakat, melainkan lokasinya.

Yang diingini warga adalah, lokasi-lokasi potensi maksiat ini tidak membaur di tengah pemukiman mereka.

Walhasil, diuruslah izin oleh tempat-tempat hiburan malam, yang selama ini ternyata beroperasi ilegal. Entah kenapa lokasi hiburan yang punya omset besar dengan mudah melenggang satu persatu mengantongi rekomendasi izin demi izin. Kendati mereka berada di tengah pemukiman.

Kabid Pelayanan Terpadu dan Pengolahan Data, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP), Kabupaten Natuna, Muhammad Zainudin mengakui, dari 32 lokasi hiburan malam yang didata tim Pengendali Penyakit Masyarakat (Pekat), pihaknya hingga kini belum mengeluarkan izin.

"Yang ada izinnya sedang diurus. Ada beberapa yang akan segera keluar. Semuanya masih dalam proses," ujar Zainudin, dijumpai di kantornya, Selasa (21/2/2017).

Kendati tim terpadu sempat melakukan penyegelan room-room karaoke belum lama ini, namun geliat hiburan malam mulai berputar lagi. Pemda memberi ruang operasi selama dalam masa pengurusan izin itu.

Hiburan malam karaoke, harus mengantongi rekomendasi seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Izin HO (izin gangguan, Surat Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP). Rekomendasi surat izin itu dikeluarkan masing-masing dinas teknis.

"Ya kalau izin gangguan itu, harus mengantongi persetujuan warga sekitar juga. Terlepas apakah warga itu diberi uang oleh pemilik usaha tersebut untuk dapat tanda tangan. Kalau mereka setujui silahkan, Hal itu akan dipertanggungjawabkan warga kalau mereka komplain soal tempat hiburan itu nantinya," ujarnya.

Dalam Peraturan Menteri Pariwisata menyoal tempat hiburan karaoke pun dikatakan Zainudin tidak disebutkan secara spesifik, karaoke keluarga atau karaoke dewasa.

"Nggak ada disebutkan soal spesifikasi karaoke. Yang jelas, kalau soal tempat karaoke yang menyediakan cewek itu, saya katakan ilegal. Nggak ada dalam aturan nyediakan cewek (tempat karaoke)," tegasnya.

Tentunya hal itu berbeda dengan realitas di lapangan. No women, no happy. Bahkan pemilik usaha hiburan memasukkan tarif sebagai layanan jasa menemani pengunjung. Separuh dari tarif itu akan dipotong pemilik usaha. Bahkan ada yang mengeluarkan dalam bentuk struk. Ada juga yang digaji per hari.

Kendati demikian, ditegaskan Zainudin tidak akan ada pemasukan ke daerah soal pajak penghasilan dan sebagainya, karena sifatnya ilegal tadi.

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews