Berburu Kopi Ameng Belakang Padang

Kopi Belakang Padang yang Bikin Rindu

Kopi Belakang Padang yang Bikin Rindu

Kopi Ameng Belakang Padang (Foto: Batamnews)

AROMA kopi menyeruak di sebuah kedai kopi di Pulau Belakang Padang, Batam, Kepulauan Riau. Bernama "Cofe Shop Double Peach", warung ini bernuansa krem. Dua pohon beringin gagah mengapit kedai yang terletak 100 meter sebelah kanan Pelabuhan Rakyat Belakang Padang. 

Belasan orang duduk di kursi-kursi yang telah disediakan. Hampir di setiap sudut sejumlah pria dan wanita menikmati kopi yang cukup dikenal itu. Pelayan perempuan bermata sipit berseliweran melayani konsumen pada pagi itu, Rabu (15/2/2017).

Penyesap kopi di sini datang dari berbagai kalangan. Hari itu ada beberapa wartawan yang datang. "Saya pesan kopi susu," kata Ajang Nurdin, wartawan liputan6.com. Si pelayan berbaju pink sigap menyajikan pesanan kopi susu. Namun sebab warnanya dilihat masih hitam. "Lha, saya minta kopi susu," Ajang bertanya.

Aktivitas di pelantar kedai kopi Ameng Belakang Padang (Foto: Batamnews)

Aktivitas di pelantar kedai kopi Ameng Belakang Padang (Foto: Batamnews)

Si pelayan menjelaskan, "kalau sendoknya warna kuning (maksudnya oranye) itu berarti kopi susu, kalau sendoknya besi itu kopi hitam." Ajang pun diam saja. Ia manggung-manggut seolah-olah memahami perkataan pelayan tadi. Lalu, mengaduk kopinya yang warnanya sedikit seperti tercampur susu.

“Susu seperti itulah khasnya di sini, masih menggunakan susu bermerk Double Peach. Ini namanya kopi Ameng,” ujar Zainuddin, tokoh masyarakat Belakang Padang, kepada batamnews.co.id baru-baru ini. Ameng adalah nama pemilik kedai ini yang sudah didirikan sejak 1980.

Kopi Ameng memang sudah tak asing lagi di telinga. Hampir seluruh warga Pulau Penawar Rindu itu pernah mencicipinya terutama di acara-acara tertentu.

Bahkan sejumlah pejabat di Kepulauan Riau, menjadi pelanggan kopi Ameng yang memiliki bahan baku kopi yang berasal dari Tanjungbatu itu.

“Banyak pejabat yang datang ke Belakang Padang hanya untuk merasakan kopi ini, Pak Gubernur baru beberapa hari lalu dari sini,” ujar dia.

Tak terhitung lagi siapa saja pejabat yang datang ke kedai kopi tersebut. "Pak Mustofa (mantan Ketua BP Batam) juga sering ke sini," imbuhnya.

Kopi yang disajikan dengan cangkir keramik itu memang terasa istimewa. Berbeda dengan kopi kebanyakan di Kota Batam.

Rasanya kopinya sangat terasa alami. Apalagi pemilik kedai kopi memang mengistimewakan pengolahannya mulai dari kualitas air hingga cara penyajian.

 “Kita menjaga standar kualitas kopinya, baik bahannya maupun penyajiannya,” ujar Ameng, pemilik kedai kopi, saat berbincang dengan batamnews.co.id.

Pria 52 tahun itu memang sudah menggeluti usaha kedai kopi sejak puluhan tahun lalu. Tak heran, sajian kopi yang diolah sangat khas.

“Airnya juga kita datangkan khusus dari Batam, tapi bukan air ATB,” ujar dia. Air itu tak langsung dimasak, namun Ameng lebih memilih menyaringnya dengan sistem Reverse Osmosis (RO) sehingga kualitas air sangat terjaga.

“Selain itu tukang masaknya juga tak boleh sembarang orang, nanti rasanya beda-beda,” ujar Ameng.

Menurut Ameng, secangkir kopi di kedainya cukup murah. “Hanya Rp 5000 per cangkir,” ujar dia. 

Tentu saja harga itu cukup murah dibandingkan kedai-kedai kopi di Batam, apalagi dibalas dengan rasa kopi yang khas.

Ameng mengakui, banyak yang kecanduan dengan kopi racikannya itu. “Ada pejabat yang sudah pindah dari Batam ke Jakarta, kadang minta kirimkan kopinya pakai botol, dibawa dengan pesawat, nanti di sana dipanaskan lagi,” ujar Ameng sembari tersenyum.

Tidak itu saja, bagi warga sekitar, kopi Ameng wajib ada di setiap acara apapun. 

Lurah Sekanak Raya Amir Kasim di kedai kopi Ameng (Foto: Batamnews)

 

“Biasanya setiap ada acara selalu ada kopi susu atau kopi hitam Ameng, kalau nggak ada, orang rela ngopi dulu di kedai Ameng baru ke acara atau setelah acara baru ke kedai Ameng,” imbuh Zainuddin.

Lurah Sekanak Raya, Belakang Padang, Amir Kasim, juga mengakui kopi Ameng tersebut, memang tidak ada duanya.

“Ini langganan para pejabat, kalau ke Belakang Padang, pasti selalu ke mari,” ujar dia.

Jadi belum lengkap rasanya ke Belakang Padang bila belum ngopi di kedai kopi yang juga menyediakan berbagai aneka masakan melayu lainnya seperti prata dan sarapan pagi lainya.

Namun untuk menjangkau Belakang Padang, kita harus menyeberang selama 15 menit dari pelabuhan pancung di Sekupang. Hampir setiap menit selalu ada transportasi antar pulau tersebut.

Setiap penumpang hanya merogoh kocek Rp 15 ribu sekali jalan. Namun untuk sebuah rasa yang berbeda, rasanya semua terbalas dengan secangkir kopi Ameng.

Gimana, Anda mau mencobanya?


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews