Dua Tokoh Ini Minta Polisi Bebaskan Aktivis yang Masih Ditahan

 Dua Tokoh Ini Minta Polisi Bebaskan Aktivis yang Masih Ditahan

Jimly Asshiddiqie. (foto: ist/republika)

BATAMNEWS.CO.ID, Jakarta - Penangkapan sejumlah tokoh dan aktivis oleh aparat kepolisian terus menuai kecaman dari berbagai kalangan. Penangkapan tersebut dikhawatirkan semakin memperkeruh situasi nasional.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie berharap kepolisian segera membebaskan para tokoh dan aktivis yang masih ditahan. Aksi demonstrasi yang terjadi belakangan ini dinilainya bagian dari dinamika demokrasi di Indonesia.

"Sangat disayangkan polisi tangkapi tokoh-tokoh terkait demo yang dianggap makar dan penghinaan yang justru peruncing masalah," ujar Jimly melalui akun Twitter @JimlyAs, Senin (5/12/2016).

Bertepatan dengan aksi demonstrasi Bela Islam III pada 2 Desember lalu aparat kepolisian menangkapi sejumlah tokoh dan aktivis. Tujuh dari 10 tokoh dan aktivis yang ditangkap sudah dibebaskan.

Sementara tiga tokoh dan aktivis lainnya masih ditahan Polda Metro Jaya. Mereka adalah Sri Bintang Pamungkas, Jamran dan Rizal. (Aliansi Ancam Laporkan Kasus Penangkapan Aktivis ke Komnas HAM)

Jamran dan Rizal adalah aktivis alumni HMI yang sangat aktif dan peduli terhadap aksi demonstrasi bela Islam, termasuk aksi bela Islam III pada 2 Desember 2016.

Hal senada diungkapkan Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin. Ia menilai tuduhan upaya makar yang dialamatkan kepada sejumlah tokoh dan aktivis terlalu berlebihan.

Din tidak yakin sebelas orang yang ditangkap polisi akan melakukan makar atau penggulingan kekuasaan pada 2 Desember lalu.

"Saya kira tuduhan makar itu berlebihan," kata Din di Sportodium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Senin (5/12/2016).

Din justru khawatir tudingan makar yang ditujukan kepada para tokoh dan aktivis akan menimbulkan masalah baru.

Dia melihat usulan yang ingin disampaikan Sri Bintang Pamungkas dan sejumlah tokoh lainnya agar MPR menggelar sidang istimewa masih dalam koridor konstitusi.

"Saya kita masih dalam konteks konstitusi kita, mereka dari dahulu juga sudah keras (mengkritik pemerintahan), saya kira tujuan mereka juga baik," ucap Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia itu.

Usulan agar MPR mengadakan sidang istimewa, kata dia, masih dalam konteks konstitusi, bukan tindakan makar.

(ind/bbs)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews