Perancang Serangan Charlie Hebdo, Jika Tidak CIA ya Mossad

Perancang Serangan Charlie Hebdo, Jika Tidak CIA ya Mossad

Jean-Marie Le Pen, pendiri Front Nasional Prancis. (foto:inilah)

Paris - Serangan ke kantor majalah satir Charlie Hebdo, Rabu (7/1) yang menewaskan 12 orang telah memicu gejolak agama di seluruh dunia. Tragedi itu dikabarkan merupakan rancangan Badan Intelijen Amerika Serikat (AS) CIA.

Tragedi penyerangan itu terbukti sudah membawa dampak besar. Di Eropa, Islamophobia makin meningkat dengan terjadinya ratusan penyerangan terhadap muslim. Begitu juga di negara-negara Arab, penyerangan terhadap gereja makin banyak.

Sebelumnya, Associated Press memberitakan Mohammed al-Kibsi -- peneliti dan wartawan asal Yaman -- mengaku bertemu salah satu dari Kouachi Bersaudara, penyerang kantor Charlie Hebdo, sebelum peristiwa.

Kepada Al-Kibsi, salah satu dari Kouachi mengatakan, tinggal bersama orang Nigeria yang berada di belakang komplotan underwear bomb yang gagal lima tahun lalu.

"Kami juga telah diberi tahu beberapa media mainstream bahwa Al Kibsi mewawancari salah satu dari Kouachi," ujar Ulrich dalam wawancara dengan PressTV.

Umar Farouk Abdulmutallab divonis bersalah karena mencoba meledakkan pesawat Northwest Airlines Flight 253 rute dalam perjalanan Detroit ke Amsterdam.

"Ketika kabar salah satu dari Kouachi bertemu perencana underwear bomb, pers melupakan satu hal, yaitu informasi soal underwear bomb," ujar Ulrich. "Tahun 2012 terungkap bahwa underwear bomb adalah operasi yang dilakukan CIA dan Arab Saudi."

Mei 2012, masih menurut Associated Press, pejabat AS dan Yaman juga mengatakan underwear bomb adalah operasi rahasia intelejen Arab Saudi dan CIA. Kedua organisasi itu memberikan bom non-logam tipe baru, yang bertujuan bisa melewati pengamanan di bandara.

Said dan Cherif Kouachi, penyerang dan pembantai di kantor Charlie Hebdo, terdesak di sebuah kompleks pabrik Dammartin-en-goele dan ditembak aparat keamanan Prancis.

"Semua orang tidak mengatakan yang sebenarnya. Yang ada adalah kebohongan, dan kita harus menelusuri kembali ke CIA, " ujar Ulrich.

Menurut Ulrich, banyak yang meragukan insiden Paris. "Banyak pula yang berpikir ini operasi bendera palsu," ujarnya. "Kita harus menghubungankan insiden ini dengan underwear bomb yang gagal. Itu operasi bendera palsu yang dilakukan CIA."

Hal serupa dikatakan Jean-Marie Le Pen, pendiri Front Nasional, organisasi yang menentang imigran atau orang asing. Le Pen mengatakan jika tidak Dinas Rahasia AS (CIA), tentu Mossad yang merencanakan penyerangan mematikan ke kantor Charlie Hebdo, Rabu (7/1), dan menewaskan 12 orang.

"Kami memang tidak memiliki bukti, tapi siapa pun yang mengamati peristiwa itu pasti tahu bahwa itu operasi dinas rahasia," ujar Le Pen kepada surat kabar Inggris The Independent.

Sebelumnya, Le Pen -- kepada surat kabar Komsomolskaa Pravda -- mengatakan dinas rahasia Prancis mengetahui operasi itu. Ia juga mengatakan dirinya tidak berniat menuduh Prancis yang melakukannya, tapi pemerintah negerinya membiarkan insiden itu terjadi.

"Tujuan AS dan Mossad sama; memicu perang Islam dan Barat," ujar Le Pen.

Le Pen sekali kali menyebut keanehan dalam insiden itu. Menurutnya, bagaimana mungkin salah satu dari Kouachi Bersaudara meninggalkan identitasnya di tempat kejadian.

"Saya membandingkan peristiwa penembakan di kantor Charlie Hebdo dengan Tragedi 9/11," ujar Le Pen. "Dalam Tragedi 9/1 ada fakta ajaib, yaitu penemuan salah satu paspor pembajak pesawat yang ditabrakan ke menara kembar World Trade Center (WTC) tahun 2001."

(ind/bbs)

Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews