Kisah Hidup Muhammad Ali dan Membuang Julukan The Greatest

Kisah Hidup Muhammad Ali dan Membuang Julukan The Greatest

Muhammad Ali saat di atas ring tinju. (foto: istimewa)

BATAMNEWS.CO.ID, Louisville - Muhammad Ali adalah sosok muslim yang sangat taat. Meski terkenal jago di atas ring tinju, legenda yang tutup usia pekan lalu selalu menganggap ia hanya makhluk lemah.

Ali meninggal di rumah sakit dalam usia 74 tahun. Petinju yang dijuluki "The Greatest" tak kuasa melawan penyakit Parkinson yang sudah dideritanya selama 32 tahun.

Sebagai muslim, Ali dikenal sebagai sosok yang sangat taat. Salah satu buktinya adalah ketika ia menolak penghargaan Walk of Fame miliknya di Holywood dipasang di trotoar. Alasannya karena ia tak ingin nama Muhammad diinjak-injak sehingga cuma penghargaannya yang terpampang di dinding.

Selain itu, baru-baru ini juga beredar video wawancara Muhammad Ali yang menunjukkan dirinya merupakan muslim yang bertaqwa. Dalam sebuah kesempatan, Ali yang merupakan petinju justru ditanya siapa pengawalnya.

Ali langsung menjawabnya sedikit bercanda dengan langsung pura-pura menghitung. Tak lama kemudian dia menjawabnya, namun cukup mengejutkan "Tidak ada," katanya.

"Tapi saya punya satu pengawal. Dia tidak punya mata, tapi Maha Melihat. Dia tidak punya telinga, tapi Maha Mendengar. Dia Maha Mengingat dengan bantuan pikiran dan memori. Ketika Dia ingin ciptakan sesuatu, Dia tinggal tunjuk perintah agar terjadi dan nyata," tambah Ali sambil menatap wajah pewawancaranya dengan serius.

"Itu bukan bentuk perkataan seperti kami mengatakannya dan didengar dengan kuping. Dia Maha Mengetahui segala rahasia. Siapa dia? Dia adalah Tuhan Allah. Dia bodyguard saya. Dia pengawal anda juga. Dia adalah Maha. Yang Paling Bijaksana," tutup Ali.

Mengganti nama

‘’Cassius Clay itu nama budak!’’ Hal itu pernah dilontarkan Muhammad Ali, saat ditanya wartawan mengenai perubahan namanya pada paruh akhir tahun 1960-an. Ali gusar karena para wartawan yang ke mana dia pergi selalu merubungnya dan selalu menanyakan soal nama barunya setelah memeluk Islam itu.

‘’Nama saya Ali, Muhammad Ali,’’ katanya lagi yang nama kecil lengkapnya bernama Cassius Marcellus Clay Jr (lahir 17 Januari 1942 di Louisville, Kentucky, Amerika).

Meski dikenal jagoan baku pukul, semenjak kecil Ali dikenal sebagai pribadi yang baik dan menyenangkan. Dia penurut, tak pernah terlibat perkara kriminal seperti misalnya si petinju leher beton Mike Tyson yang suka berkelahi semenjak kecil.

Teman-teman kecilnya menyebut Ali yang merupakan putra tukang cuci pakaian ini sebagai teman yang menyenangkan. Kebugaran dan kekuatan fisiknya sudah ditempanya semenjak masa sekolah dasar. Ketika teman-teman pergi ke sekolah menumpang bus, dia memilih berlari ke sekolah meski seorang diri.

"Kalau kami naik bus ke sekolah, Ali malah memilih berlari ke sekolah yang jarak dari rumah sekitar enam kilometer. Hebatnya, dia selalu lebih dulu sampai di sekolah daripada kami yang pergi menumpang bus," cerita seorang tetangga perempuan Ali, di Louisville, beberapa tahun silam.

Jerry Icenberg, kolumnis senior Newark Star-Ledger menyatakan, Ali seorang nice guy atau punya kepribadian yang menyenangkan. Dia mampu menyebarkan semangat kemanusiaan dan menjadi penerang bagi dunia. "Ali seorang genuine Muslim (pribadi Muslim yang utuh),’’ kata Icenberg.

"I love Muhammad Ali. Dia seorang legenda dan juara sejati bagi keseluruhan umat manusia. Muhammad Ali memang the Greatest sekaligus juara yang sejati,’’ kata promotor tinju kondang Don King.

Mengenai soal pergantian namanya dalam buku otobiografinya, Ali mengaku pilihan dirinya menjadi Muslim itu dilakukan setelah merengkuh gelar juara dunia tinju pertamanya atas Sony Liston pada tahun 1964. Ali bersyahadat di atas ring dan menganggap agama Islam penuh toleransi dan tidak diskriminatif.

Semenjak pertengahan 1960-an, di Amerika timbul gerakan antiperang yang melahirkan sebutan lahirnya "generasi bunga". Generasi ini sangat menentang perang dan anti terhadap perbedaan ras.

Salah satu isu yang penting saat itu adalah soal perang Vietnam dan tersisihnya hak orang kulit hitam di Amerika. Saking kesalnya atas perlakukan rasial itu, Ali seraya berseloroh sering mengatakan kaum kulit putih di Amerika menganggap dirinya seperti seorang Tarzan, "Orang kulit putih yang hidup sendirian di dalam rimba belantara." Selain itu, sebagai protes atas rasialisme di Amerika Serikat, Ali pun pada tahun 1960 membuang medali emas Olimpiadenya ke Sungai Ohio di Kentucky.

Sebagai puncak perlawanan atas rasialisme dan meluasnya peperangan, maka Ali pada saat itu pun menolak mengikuti wajib militer yang mengharuskannya menjadi tentara. Ia menolak karena memang tak sudi ikut berperang ke Vietnam. Ia menyatakan tak pernah punya urusan atau masalah dengan orang Vietnam. Apalagi Vietkong (tentara pengikut panglima tentara Vietnam Ho Chi Minh) tak pernah membunuh atau menyebut dirinya sebagai seorang negro.

"Tidak ada Vietcong yang menyerang saya. Tidak ada Vietkong yang pernah menelepon lalu menyebut saya dengan panggilan negro," kata Ali.

Selain itu Ali mengatakan, "Musuhku itu orang kulit putih, bukan Vietkong, Cina, atau Jepang. Kalian kulit putih menghalangiku mendapatkan kebebasanku, menghalangiku mendapatkan keadilan. Bahkan kalian kulit putih tak mau mendukungku untuk melakukan apa yang diperintahkan agamaku, kalian malah menyuruhku pergi dan menyuruhku bertarung padahal kalian tak pernah mendukungku saat di rumah."

Sikap menolak tetap dia pegang meski kemudian lisensi tinjunya terancam dicabut, masuk penjara, dan kehilangan gelar sebagai juara dunia. Situasi vakum bertinju ini berlangsung empat tahun dari tahun 1967-1971 atau baru berakhir ketika Mahkamah Agung AS memenangkan kasusnya.

Setelah memenangi kasus hukumnya, Ali kemudian bertinju kembali. Lawan pertamanya Oscar Bonavena di Madison Square Garden pada bulan Desember 1971. Ia berhasil menang TKO di babak ke-15. Berkat kemenangan ini, Ali kini menjadi pesaing utama yang akan melawan juara dunia kelas berat yang pada saat itu dipegang Joe Frazier. Namun sayang, meski kemudian Jae Frazier berhasil dikalahkan (pada pertarungan kedua), gelar dunia keburu melayang kepada si Beruang Besar George Foreman.

Maka, promotor tinju nomor wahid dunia saat itu, Don King, kemudian mengatur pertarungan antara Ali melawan George Foreman di Kinshasa, Zaire, pada 30 Oktober 1974. Don King menamai gelanggang adu jotos ini "The Rumble in the Jungle " (Pertarungan di Tengah Rimba).

Ali sendiri mengaku pertarungan melawan Foreman adalah salah satu pertarungan terberat (selain itu, dia mengaku peraturangan terberatnya melawan Frazier dan Ken Norton). Saat itu, Foreman adalah sosok petinju menakutkan: tinggi, besar, dan sangat kuat. Semua musuhnya dilibas dengan KO atau TKO. Frazier, misalnya, dipukul oleh Foreman dengan pukulan stright sampai kakinya melayang atau terangkat setinggi 5 cm.

Namun, meski merasa jeri dengan reputasi Foreman, Ali menutupi rasa itu dengan banyak memprovokasi dengan melakukan perang urat syaraf melalui perang pernyataan. Ali pun berusaha mencari dukungan dari penduduk lokal dengan melakukan jogging keliling Kinshaha.

Di negara yang berada di tengah Benua Afrika itu tentu saja Ali dielu-elukan:’’Ali Bumaye... Ali Bumaye,’’ begitu teriakan warga Kinshaha ketika menjumpai Ali yang tengah berlatih di pagi hari.

Dan, hasilnya luar biasa. Ali ternyata berhasil menganvaskan Foreman pada ronde kedelapan meski sebelum ronde itu dia dibombardir tinju Foreman habis-habisan. Selama itu, mulai ronde awal hingga keenam ia terus bertahan dan terus berlindung di balik double cover kedua tangannya. Tak hanya itu, dia pun bergelantungan di tali ring (melakukan teknik bertinju rope a dope) sembari terus berteriak di telinga Foreman: "Mana pukulan terkerasmu? Apa hanya segini pukulanmu?" Foreman membalas teriakan Ali dengan terus memukul dan memukul seperti beruang besar yang mengamuk.

Taktik memukul tanpa henti ternyata membuat Foreman frustrasi dan kelelahan. Keadaan itu dilihat Ali. Maka, mulai ronde keenam, Ali balik menyerang sembari merangkul, berlari berkeliling, dan memukul keras kepala Foreman melalui pukulan jabnya yang dahsyat (dikatakan Ali seperti terbang bagai kupu-kupu, menyengat seperti lebah). Tak ayal lagi, Foreman terjungkal secara tragis. Saking sedihnya, setelah kekalahan ini, Foreman pun menyatakan diri pensiun dari ring tinju dan menjalani profesi baru sebagai pendeta.

Ali pun meraih juara dunianya yang kedua. Ali mengukuhkan diri sebagai jawara dan menyebut dirinya: "I am the Greatest!"

Ali: Allah Yang Terbesar!
Setelah menaklukkan Foreman, Ali pun kebanjiran job bertinju di berbagai belahan dunia. Olahraga tinju profesional yang saat itu seolah tak punya harga berubah menjadi olahraga gemerlap yang berbayar sangat mahal. Ali menikmati kejayaan itu dan baru turun dari takhtanya setelah dikalahkan petinju asal Inggris pada akhir September 1978, Leon Spink.

Namun, gelar ini tak lama kemudian direbutnya kembali. Dan baru pada 10 Februari 1980 Ali benar-benar kehilangan sabuk juara tinjunya setelah dikalahkan mantan "anak asuhnya", Larry Holmes. Setelah itu, Ali pensiun dan malah kemudian terkena penyakit parkinson sampai dia meninggal pada Sabtu (4/6/2016).

Beberapa tahun setelah lama gantung sarung tinju dan kemudian ditanya apakah masih menyebut dirinya sebagai the Greatest, Ali pun menjawabnya sembari tersenyum dan mengangkat tangan dengan menunjukkan jari telunjuk ke atas: "Allah is the Greatest!"

Dan dalam talkshow di sebuah televisi di Inggris Ali yang berbincang bersama Freizer, Foreman, menyatakan tak percaya bila dirinya yang terbesar. Dia malah menyebut Joe Freizer yang duduk di sampingnya lebih berhak menyandang sebutan itu.

Ketika para dokter di AS memvonisnya dengan penyakit Sindroma Parkinson, Ali mengatakan bahwa dia telah mendapatkan hidup yang baik sebelumnya dan sekarang. Dia tidak membutuhkan simpati dan belas kasihan. Bahkan, ia menolak pengobatan kumpulan dokter ahli dunia. Dia hanya ingin menerima kehendak Allah SWT. Penyakitnya ini, menurut dia, merupakan cara Allah SWT merendahkannya untuk mengingatkannya pada kenyataan bahwa tak ada seorang pun yang lebih hebat dari Allah.

(ind/berbagai sumber)


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews