Mengharukan, Ini Kisah Bripka Seladi Memilih Jadi Pemulung Meski Terjerat Utang

Mengharukan, Ini Kisah Bripka Seladi Memilih Jadi Pemulung Meski Terjerat Utang

Bripka Seladi saat memulung. (foto: istimewa/liputan6)

BATAMNEWS.CO.ID, Malang - Nama Bripka Seladi mendadak jadi perhatian di Tanah Air. Ia ramai diperbincangkan bukan karena keberhasilannya menangkap penjahat tapi karena pekerjaan sampingannya menjadi pemulung.

Sepulang bertugas mengatur lalu lintas, Bripka Seladi langsung berganti pakaian dan segera memilah barang rongsokan.
 
Bripka Seladi memang dikenal sebagai polisi yang sederhana. Ia selalu menaiki sepeda kumbang kesayangannya saat pergi dinas. Sepulang dinas, Seladi lantas berubah kostum. Ia mengenakan kaos oblong berlubang, topi lusuh, dan celana pendek.

Bersama anaknya, Dimas, tanpa canggung Seladi memilah-milah sampah yang masih bisa dimanfaatkan.  

Seladi mengaku awalnya hanya memungut sampah yang ada di sekitaran Polresta Malang. Merasa ada manfaatnya, Seladi lalu memulung keliling kampung. Bripka Seladi selalu memulung sampah di luar jam dinas sebagai polisi.

Kalau dulu, Seladi masih sering keliling untuk mencari sampah yang bisa dijual. Belakangan, ia dapat kiriman dari pemulung. Kendati memang gaji polisi tidak sebanding untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan pendidikan anaknya, Seladi tidak gengsi untuk mencari penghasilan tambahan meski itu dengan menjadi pemulung.

Foto Bripka Seladi kemudian beredar di media sosial. Akun Facebook Suara Rakyat membuat kolase foto Bripka Seladi dan mengunggahnya di Facebook. Netizen memuji bahwa apa yang dilakukan Bripka Seladi adalah cerminan kesederhanaan aparat.
 
Bripka Seladi sehari–hari berdinas di Bagian Urusan SIM Kantor Satuan Penyelenggara Administrasi (Satpas) Polres Malang Kota. Kantor tempatnya berdinas ini hanya berjarak sekitar 100 meter dari gudang tempat ia memilah sampah. "Kalau kawan-kawan di tempat dinas sudah tahu dengan aktivitas saya ini," kata Bripka Seladi, Kamis, 19 Mei 2016.

Pekerjaan sampingan mengumpulkan sampah ini telah dijalani Bripka Seladi sejak 2004 lalu. Selama itu pula, ia mengabaikan segala pembicaraan dari koleganya di kantor. Entah itu mencibir atau mendukung usaha yang ditempuh bapak tiga anak ini.

"Kalau gaji sebagai polisi sih ya dicukupkan, mengatur pemakaian rutin tiap bulan. Aktivitas mengumpulkan sampah ini menambah pendapatan saya," ujar Seladi.
 
Banyak orang yang heran dengan pekerjaan sampingan Seladi mengumpulkan sampah. Apalagi banyak yang berpendapat unit lalu lintas, terutama di bagian pengurusan SIM merupakan tempat "basah". Banyak godaan, terutama dari warga yang membutuhkan jasa pengurusan SIM.

"Ya sampeyan tahu sendiri lah pendapat orang. Tapi selama ini, saya tak pernah mau menerima meski diberi, apalagi meminta," tutur pria yang bekerja sebagai polisi sejak 1978 ini.

Jalan panjang dilalui Seladi sebelum memilih mengumpulkan sampah sebagai pekerjaan sampingan. Ia pernah dikirim dinas ke Timor Timur pada 1984–1985.

Sepulang dari provinsi yang kini menjadi negara Timor Leste itu, Seladi ditempatkan di bagian pengurusan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) Satlantas Polres Malang Kota sampai 1998. Selama itu pula, Seladi tak sudi mengutip biaya dari orang lain.
 
Ia memilih merintis berbagai usaha sampingan, seperti bisnis sepatu dan elektronik pada 1998. Untuk mengembangkan usaha ini, Seladi meminjam duit dari koperasi sebesar lebih dari Rp 150 juta. Tapi ia ditipu rekan bisnisnya yang kabur entah ke mana. Seladi terbelit utang dan harus mengangsur guna melunasi utang itu sampai saat ini.
 
"Saya ditipu, rekan bisnis kabur. Terpaksa saya yang harus melunasi utang itu, mengangsur sejak tahun 1998 sampai sekarang. Tapi sebentar lagi lunas," ujar Seladi.

Lilitan utang itu tak membuat Seladi tergoda selama bekerja di unit lalu lintas yang sekarang menyisakan setahun lagi sebelum masa pensiun. Ia memilih usaha sampingan dan pada akhirnya mengumpulkan sampah.

Seladi diberi izin menempati sebuah gudang milik rekan kerjanya di Polres Malang Kota. Di gudang yang baru ditempati beberapa tahun lalu itu, Seladi menampung sampah yang dikumpulkan pemulung lainnya. Sekarang, setiap hari ia mampu mendapat penghasilan tambahan sebesar Rp 75 ribu–Rp 100 ribu per hari.
 
Di balik himpitan utang yang belum lunas, pendapatan tambahan dari menjual sampah itu mampu mengantar ketiga anaknya sekolah. Anak sulung Seladi, Dina Aprita Sari, lulus Diploma Jurusan Farmasi dan kini bekerja sebagai tenaga farmasi di sebuah rumah sakit di Kota Malang.

Anak keduanya, Rizal Dimas Wicaksono, juga lulus Diploma Jurusan Informatika. Sedangkan si bungsu, Neni Winarti, duduk di bangku Kelas 2 di sebuah SMA Negeri di Kota Malang.
 
"Keluarga dan anak–anak mendukung penuh karena mereka mengerti tentang kerja keras dan kejujuran," ucap Seladi.
 
Putra kedua Seladi, Rizal Dimas Wicaksono sehari–hari turut membantu mengumpulkan dan memilah sampah di gudang. Ia mengaku turut membantu sang ayah sejak masih duduk di bangku SMA.
 
"Saya bangga dengan apa yang dilakukan bapak. Beliau adalah pekerja keras, sumber inspirasi dan mengajari saya mandiri," kata Dimas.
 
Ia mengaku ingin menjadi seorang polisi layaknya sang bapak yang jujur. Rizal telah dua kali ikut tes masuk kepolisian jalur bintara dan gagal seleksi. Kali ini, ia kembali mendaftar masuk polisi melalui jalur tamtama.
 
"Minggu besok ada tes kesehatan di Mapolda Jawa Timur. Semoga saja berhasil, saya ingin membuktikan bahwa polisi bisa bekerja dengan baik seperti bapak," ucap Rizal dikutip dari liputan6.com.

(ind/bbs)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews