Tahukah Anda, Hak Orang Tertangkap Tangan Beda dengan Tersangka

Tahukah Anda, Hak Orang Tertangkap Tangan Beda dengan Tersangka

Ilustrasi. (foto:ist/net)


BATAMNEWS.CO.ID, Jakarta - Dalam aksi penangkapan di luar negeri, anda mungkin sering mendengar ucapan, "Anda berhak diam, dan apa pun yang anda katakan bisa digunakan sebagai bukti di pengadilan". Penerapan Miranda Rules atau lebih dikenal sebagai Miranda Warning ini merupakan hak minimal yang harus diberitahukan oleh polisi ketika melakukan penangkapan.
 
Bagaimana dengan Indonesia? KPK merupakan salah satu lembaga penegak hukum yang kerap melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Sepanjang 2015 hingga Februari 2016, setidaknya KPK telah berhasil melakukan tujuh OTT. Kasus teranyar adalah OTT pejabat Mahkamah Agung bernama Andri Tristianto Sutrisna pada akhir pekan lalu.
 
Namun, tahukah anda, hak-hak orang yang terjaring OTT berbeda dengan tersangka. Orang-orang yang terjaring dalam OTT KPK belum tentu semuanya akan ditetapkan sebagai tersangka. Misalnya, dalam kasus Andri. KPK mengamankan enam orang, tetapi hanya Andri, Ichsan Suaidi (pengusaha), dan Awang Lazuardi Embat (pengacara) yang ditetapkan sebagai tersangka.
 
Lalu, apa saja hak-hak orang yang terjaring dalam OTT KPK. Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, seorang yang terjaring dalam OTT KPK mempunyai hak untuk mengetahui siapa petugas yang menangkapnya. "Mereka harus dapat penjelasan kalau itu adalah petugas KPK," katanya, Jumat (19/2).
 
Orang yang terjaring dalam OTT KPK, juga berhak untuk berpakaian yang layak. Contohnya, orang yang tertangkap dalam keadaan tanpa busana, petugas KPK akan memberikan kesempatan untuk mengenakan pakaian yang layak. "Kalau yang sifatnya kemanusiaan seperti berpakaian yang layak, petugas akan mempersilakan," imbuh Priharsa.
 
Selain itu, sudah menjadi hak orang tersebut agar keluarganya mendapatkan pemberitahuan perihal OTT yang dilakukan petugas KPK. Priharsa menyatakan, petugas akan memberitahukan kepada keluarga yang bersangkutan setelah OTT. Kemudian, orang itu akan dibawa ke kantor KPK bersama barang bukti yang ditemukan petugas KPK.
 
Setelah serah terima, petugas KPK melakukan pemeriksaan yang dituangkan dalam Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK). Dalam hal ini, status mereka masih sebagai terperiksa dan belum ditetapkan sebagai tersangka. Dengan demikian, mereka belum memiliki hak untuk menghubungi atau didampingi pengacara.
 
Apabila sudah ditetapkan sebagai tersangka, lanjut Priharsa, otomatis hak-hak yang diberikan KUHAP melekat. Mereka diberikan hak untuk menghubungi pengacara, serta didampingi pengacara saat pemeriksaan. Sesuai prosedur yang berlaku di KPK, peningkatan status tersangka setelah OTT paling lambat 1x24 jam.
 
Mengacu KUHAP, dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan, tersangka berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik. Selanjutnya, guna kepentingan pembelaan, tersangka berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum di semua tingkat pemeriksaan. Tersangka berhak memilih sendiri penasihat hukumnya.
 
Sesuai Pasal 57 KUHAP, tersangka yang dikenakan penahanan juga berhak menghubungi penasihat hukumnya. Pasal 58 memberikan pula hak bagi tersangka yang dikenakan penahanan untuk menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya guna kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak.  
 
Selanjutnya, Pasal 60, tersangka berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan atau usaha mendapatkan bantuan hukum. Masih ada beberapa hak lain yang diatur dalam KUHAP, salah satunya menerima kunjungan rohaniawan.
 
Sumber: hukumonline

(ind/bbs)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews